Senin, 02 September 2013

It's Our New Start

Minggu lalu merupakan masa penting dalam hubunganku dengan pacarku. Akhirnya kesempatan itu datang juga, dan aku sudah menantikannya...
Pada awalnya, kami sadar kalau hubungan kami ga akan mudah, seperti yang sudah pernah aku ceritakan di blog sebelumnya “Beda Tapi Cinta”. Sampai sekarang kami masih terus berjuang dan menunggu. Kami yakin Tuhan akan membuat semua indah pada waktunya.

Sudah lama dia memintaku untuk jadi istrinya. Aku sudah mengiyakan, tapi masih mempertimbangkan kendala di luar kekuatan kami untuk menyelesaikannya itu. Memang aku ga mau serta-merta mengabaikan nasehat orang tua. Bagaimanapun juga, orang tua kan sudah banyak berkorban merawat dan memberikan yang terbaik untuk kita, mulai dari kecil hingga sekarang, maka kini giliran kita memberikan kebahagiaan bagi mereka. Orang tua juga disebut sudah banyak makan asam-garam kehidupan, jadi bisa tau gimana kehidupan pernikahan itu ga semudah dan se-enak yang dibayangkan oleh anak muda. Namun bukan berarti kebahagiaan orang tua adalah kebahagiaan kita pula. Dalam hal ini, orang tuaku melarang hubunganku yang sudah bahagia bersama pasanganku. Demi mempertahankan tradisi keluarga, mereka memintaku memilih pasangan hidup dari ras dan budaya yang sama. “Ini demi kebahagiaanmu sendiri. Kita ga sederajat dengan mereka. Susah bersatunya, banyak perbedaan pikiran dan adat istiadatnya, nanti hidupmu ga bakal bahagia...” Hei, kok bisa situ menentukan kebahagiaanku?

Aku memang harus memilih: menuruti pilihan orang tua yang berarti mengorbankan kebahagiaan sendiri, atau bahagia menurut pilihanku sekarang. Percayalah, bukannya aku hanya membela “cinta” dan ga berpikir panjang tentang masa depan yang akan kujalani bersamanya, tapi ku juga memperhitungkan aspek lain seperti baik/buruk pribadinya, juga kondisi finansial yang harus dipersiapkan ga cuma untuk satu/dua tahun pertama, tapi untuk jangka waktu yang lama. Iya, memang benar kalau perbedaan pola pikir, aturan, serta adat istiadat itu ada, tapi hal itu ga harus dipaksakan supaya jadi sama, kan? Lebih tepatnya harus ditoleransi keberadaannya. Jadi aku sudah sadar dan sepenuhnya paham tentang resiko yang mungkin akan terjadi. Aku pun tau harus bertanggung jawab atas semuanya itu, dan aku akan melakukannya! Kami sudah sama-sama dewasa dan berpikiran panjang, bukan ABG lagi yang masih suka bersenang-senang aja. Itulah yang ga dipahami oleh orang tuaku...

Sekian lama galau dengan keadaan ini, aku butuh teman untuk berbagi. Di kantor, aku mempunyai sahabat baik. Kami sering ngobrol, bercanda, dan berbagi cerita, termasuk cerita tentang ini. Karena sama-sama beragama Katolik, kami juga berbagi info tentang gereja. Dia sudah kuanggap kakakku sendiri. Aku tau dia juga mempunyai masalah yang sama denganku, cintanya terhalang perbedaan. Bukan perbedaan ras dan budaya sepertiku, tapi perbedaan agama. Menurutku, itu lebih kompleks lagi!
Dia beragama Katolik, ceweknya seorang pemeluk Islam. Mulanya, hubungan mereka mendapat restu dari keluarga kedua belah pihak, dan mereka pun saling menghormati agama masing-masing. Mereka pacaran cukup lama (aku lupa berapa tahun pastinya), dan dia juga sempat curhat ke aku, betapa ia ingin ceweknya memeluk agama yang sama. Kalau aku sih –jujur aja– agak menyayangkan saat seorang murid Yesus memilih pasangan yang ga seiman. Tapi aku ga menghakimi, aku cuma memberi pendapat pribadi, “Jangan sampai cintamu kepada manusia mengalahkan cintamu pada Tuhan dan membuatmu berpaling...”

Hingga tibalah suatu masa, dimana ia mengungkapkan niatnya untuk menikahi ceweknya. Tapi reaksi dari pihak keluarga ceweknya sungguh mengejutkan. Mereka ga bersedia anak gadisnya dinikahi secara Katolik. Kata temanku, intinya begini, “Saya yang laki-laki, jadi sudah seharusnya Lisa (nama ceweknya) yang mengikuti saya. Kalau keberatan soal agama, kenapa dari dulu saya direstui bersama dengan Lisa?”
“Soalnya saya pikir Mas mau pindah ke Islam dan menikah secara Islam,” jawab ibunya si Lisa.
“Maaf, kalau soal itu saya tidak bisa. Kalau benar-benar tidak direstui untuk menikah secara Katolik, lebih baik hubungan saya dan Lisa sampai di sini saja,” temanku tegas memberikan pernyataan seperti itu. Salut!

Setelah kejadian itu, hubungan temanku dengan ceweknya merenggang, bahkan temanku berencana untuk menjauh pelan-pelan, ga mau langsung putus begitu aja. Aku sedih juga saat mendengar ceritanya. Tapi aku rasa temanku sudah mengambil keputusan yang terbaik. Apapun yang ia lakukan, aku hanya bisa memberikan dukungan semangat dan doa untuknya.
Memang, rasanya berat banget saat mengingkari perasaan bahwa masih sayang, tapi harus menjauhi, apalagi karena alasannya bukan berasal dari pribadi masing-masing, melainkan dari pihak luar! Tapi itulah yang temanku lakukan. Ceweknya pun juga belum bisa menerima kenyataan kalau hubungan mereka menjadi rumit...

Waktu berlalu, entah bagaimana kelanjutan hubungan temanku dengan ceweknya. Aku juga ga bertanya lagi. Sehari-hari, kami ngobrol hal-hal yang biasa aja. Tiba-tiba tanggal 24 Juli yang lalu, dia mengajukan cuti 1 hari untuk besoknya, tanggal 25 Juli. Tumben, soalnya Mas yang satu ini terbilang jarang banget cuti.
“Emang cuti mau kemana?” tanyaku lewat chating di YM waktu itu.
“Aku mau ke catatan sipil, Arzy,” tulisnya.
“Waaahh... Akhirnya happy ending nih sama si Lisa?” surprise aku membaca jawabannya.
“Iya, akhirnya... Puji Tuhan!” jawabnya diikuti smiley big grin.
“Syukur deh... Gimana ceritanya? Kok akhirnya bisa?” antusias aku ingin tau.
Lalu dia menceritakan kronologisnya.
“Awalnya, cewekkku tanya apa bedanya Kristen Protestan dengan Katolik. Ya aku jawab sepengetahuanku. Trus dia bilang pengen dibaptis dan nikah cara Katolik. Aku kaget, tapi juga bersyukur banget. Aku bilang, ‘Kalau beneran mau nikah Katolik, lebih baik kamu belajar aja dulu 1 tahun. Setelah itu baru dibaptis.’ Lagian kalau dari luar Katolik kan ga bisa langsung dibaptis. Akhirnya dia mau belajar agama dulu.”

Aku ga puas tau ceritanya sampai di situ. Bagaimana bisa si cewek akhirnya mau belajar menerima Tuhan Yesus? Lalu bagaimana dengan pihak keluarga yang sangat menentang jika pernikahan mereka dilangsungkan secara Katolik? Pertanyaan itu sangat menggelitik keingintahuanku. Temanku ga pelit bercerita saat ditanya, dan cerita berikutnya sangat menginspirasiku.
“Aku doa novena terus tiap malam jam 12. Aku mohon sama Tuhan, bilang mauku gini, maunya cewekku gini. Pernah ya, aku ngalami kejadian ajaib. Aku pulang dari kantor udah malem, abis lembur. Capek banget, jadi ketiduran. Eh, tau-tau aku merasa ada orang laki-laki di kamarku, dia banguni aku, ‘Hei, bangun! Kamu ga doa ta?’ Langsung aku bangun, lihat jam, ternyata jam 12 pas! Waktunya aku doa. Bener-bener mujizat.
Aku juga ga tau kenapa tiba-tiba cewekku ngomong mau dibaptis, mau belajar agama Katolik, padahal ya ga ada yg nyuruh, aku kan ga pernah maksa dia buat pindah Katolik. Tapi ya itulah mujizat Tuhan! Sekarang keadaannya udah jauh lebih baik. Orang tuanya cewekku akhirnya luluh juga, nyerahin semua keputusan sama Lisa dan aku. Kalau orang tuaku sih udah ga masalah. Sebulan lebih aku berdoa tiap hari, dan akhirnya doaku dijawab Tuhan...
Kamu coba doa Novena Kepada Hati Kudus Yesus sama Novena Tiga Salam Maria, biar masalahmu dapat jalan kayak masalahku sekarang. Sambil berdoa, bayangin orang-orang yang kamu kasihi kayak Mamamu, Papamu, semuanya, doain mereka. Di androidmu, kamu download aplikasi namanya ABADI. Di situ ada info tentang Katolik kayak doa-doa harian, doa novena, rumah doa, gereja, renungan, pokoknya lengkap. Kamu bisa berdoa pake bantuan itu.”
WOW, it’s trully inspiring me!

Berdasarkan cerita temanku, aku makin semangat untuk memperjuangkan hak-ku, hak mendapatkan kebahagiaan. Kalau dia bisa berhasil, kenapa aku ga bisa? Aku percaya satu hal: Tuhan bekerja dengan caraNya sendiri. Kalau benar dia yang Tuhan sediakan buat aku, pasti Tuhan bukakan jalan untuk kami. So, aku menuruti sarannya. Download aplikasi ABADI, lalu mulai berdoa novena tiap malam. Sebelumnya, aku memang berdoa untuk ini setiap hari, tapi doa biasa, bukan khusus meminta lewat doa novena. Kali ini aku benar-benar berserah kepadaNya, mendoakan keluargaku, juga hubunganku dengan pacarku. Sejak rutin berdoa novena, aku merasakan suatu perubahan. Bukan, doaku belum dikabulkan oleh Tuhan kok, tapi aku merasa jiwa ini tenang banget. Aku yang semula selalu khawatir, merasa diuji oleh Tuhan sedemikian beratnya, bingung gimana harus bersikap, hingga putus asa dan buru-buru ingin masalah ini berhasil dengan sukses sesuai harapanku; kini aku lebih sabar, lebih bisa tenang menghadapi situasi ini, dan pastinya lebih optimis.

Aku dan pacarku memang sudah pernah membicarakan soal pernikahan, rencananya di tahun 2014 nanti. Tapi kami belum berani jauh mempersiapkan ini-itu, tentu karena selain masih ada faktor hambatan, pengetahuan kami soal syarat pernikahan gereja Katolik masih minim, misalnya bagaimana jika ga ada restu dari orang tua dan bagaimana kalau orang tua ga hadir pada waktu pernikahan, apakah bisa tetap menikah. Semakin waktu berlalu, kami memang harus mengambil keputusan. Daripada bingung mau bertanya ke siapa, akhirnya kami konsultasi ke Romo.
Datang ke gereja, kami menemui Romo yang sudah kami kenal dan menceritakan masalahnya. Sebelum menjawab, Romo banyak bertanya tentang kesungguhan niat kami. Setelah itu, jawaban Romo, “Sebenarnya kalau pernikahan di gereja Katolik itu cuma perlu ada mempelainya, dua orang saksi, dan Romo. Itu saja sudah cukup sah. Saksi itu bisa siapa saja, orang yang kehidupan pernikahannya bisa kamu jadikan contoh. Jadi kalau orang tua ga bisa datang ya ga pa-pa. Soal pasangan kan sepenuhnya pilihanmu sendiri. Kehidupan pernikahan juga kalian sendiri yang menjalani, jadi seharusnya orang tua ga bisa ikut campur, ga bisa maksa dalam hal itu. Yang harus kalian hayati bener-bener adalah pernikahan Katolik itu satu untuk selamanya, tak terceraikan.” Ini bener jawaban seorang Romo lho, bukan aku sendiri yang mengarang demi mulusnya rencanaku. Hehehe... Jawaban itu seketika membuat optimisme kami meningkat.

Jujur dari dalam hati terdalam, aku ga mau menikah tanpa restu orang tua. Bayangan akan penolakan, takut kualat, dan takut ga didoakan sampai rumah-tanggaku nanti banyak batu sandungannya, sempat membuatku ragu. Tapi banyak pihak yang menguatkan aku, salah satunya Mas-ku itu, juga keluarga pacarku yang sepenuhnya bisa menerima aku dan mendoakan hubungan kami berlanjut sampai ke pernikahan. Jadi kalau kenyataannya orang tua menghalangi aku untuk bahagia, hanya karena masalah stereotype budaya di tengah zaman yang semakin modern dan terbuka, aku ga bisa pasrah gitu aja. Setiap manusia punya kehendak bebas! Itulah yang aku perjuangkan. Itulah yang kami berdua perjuangkan. Masa sih orang tua ga bahagia kalau anaknya bahagia? Kata pepatah, when you don’t care about other people feelings, no one will care about your feelings...
Jadi aku masih terus berdoa, pacarku juga, memohon jalan yang terbaik sesuai kehendakNya. Kami hendak mewujudkan mimpi bersama. Jika sebelumnya masih takut untuk melangkah, kini kami merasa yakin karena satu pintu dari gereja sudah terbuka. Welcome September, akhir-akhir ini kami semakin berani dan optimis menuju tahap krusial selanjutnya. It’s a new start for our future.

Jangan pernah kau merasa sendiri, jangan pernah kau berkecil hati
Hilangkan semua resah gelisah, tunjukkan pada dunia kau bisa!
Coba sejenak kau renungkan ini, langkahkan kaki dan mantapkan hati
Yakinlah semua kan baik saja, jadikan hidupmu lebih indah
Someday you’ll find out that you are brighter than a star
Just be strong
Just be brave
And be sure
Yes you can
Kaulah bintang hidupmu!
Lupakanlah semua yang lalu, kita sambut yang baru
Janganlah kau ragu ‘tuk maju, kejar semua impianmu
Hadapi semua rintangan, kuatkanlah tekadmu
Gapailah semua anganmu, yakinkanlah dirimu,
It’s a brand new day!
(Brand New Day ~~ Cherrybelle)

Kembali ke ceritanya temanku tadi. Aku berkomentar begini,
“Wah, kamu mesti kesaksian lho, kalau kamu udah berdoa dan doamu dikabulkan sama Tuhan.”
“Iya, aku cerita ke kamu ini kan juga kesaksianku. Tuhan sudah menjawab doaku dan aku harap Tuhan menjawab doamu juga. Aku doain kamu sukses dan diberkati Tuhan Yesus dan Bunda Maria. Tetep semangat ya Arzy!”

Thanks to sahabatku, Mas Mahar Mardhana Putra, buat sharing dan inspirasinya yang boleh aku bagikan disini. Maaf kalau ada salah-salah kata, soalnya nulisnya ini berdasarkan ingatan aja sih, hehe... Aku tunggu undangannya ^o^/

Buat para pengejar mimpi dan harapan, jangan menyerah sebelum mencoba semua yang bisa dilakukan. Serahkan semua permasalahan dan kegelisahan hatimu pada Tuhan. Ketika kita angkat tangan, Tuhan akan turun tangan...