Pada awalnya, kami
sadar kalau hubungan kami ga akan mudah, seperti yang sudah pernah aku ceritakan
di blog sebelumnya “Beda Tapi Cinta”. Sampai sekarang kami masih terus berjuang
dan menunggu. Kami yakin Tuhan akan membuat semua indah pada waktunya.
Sudah lama dia
memintaku untuk jadi istrinya. Aku sudah mengiyakan, tapi masih
mempertimbangkan kendala di luar kekuatan kami untuk menyelesaikannya itu. Memang
aku ga mau serta-merta mengabaikan nasehat orang tua. Bagaimanapun juga, orang
tua kan sudah banyak berkorban merawat dan memberikan yang terbaik untuk
kita, mulai dari kecil hingga sekarang, maka kini giliran kita memberikan
kebahagiaan bagi mereka. Orang tua juga disebut sudah banyak makan asam-garam
kehidupan, jadi bisa tau gimana kehidupan pernikahan itu ga semudah dan se-enak
yang dibayangkan oleh anak muda. Namun bukan berarti kebahagiaan orang tua
adalah kebahagiaan kita pula. Dalam hal ini, orang tuaku melarang hubunganku
yang sudah bahagia bersama pasanganku. Demi mempertahankan tradisi keluarga,
mereka memintaku memilih pasangan hidup dari ras dan budaya yang sama. “Ini
demi kebahagiaanmu sendiri. Kita ga sederajat dengan mereka. Susah bersatunya,
banyak perbedaan pikiran dan adat istiadatnya, nanti hidupmu ga bakal
bahagia...” Hei, kok bisa situ menentukan kebahagiaanku?
Aku memang
harus memilih: menuruti pilihan orang tua yang berarti mengorbankan kebahagiaan
sendiri, atau bahagia menurut pilihanku sekarang. Percayalah, bukannya aku
hanya membela “cinta” dan ga berpikir panjang tentang masa depan yang akan
kujalani bersamanya, tapi ku juga memperhitungkan aspek lain seperti baik/buruk
pribadinya, juga kondisi finansial yang harus dipersiapkan ga cuma untuk
satu/dua tahun pertama, tapi untuk jangka waktu yang lama. Iya, memang benar
kalau perbedaan pola pikir, aturan, serta adat istiadat itu ada, tapi hal itu
ga harus dipaksakan supaya jadi sama, kan? Lebih tepatnya harus ditoleransi
keberadaannya. Jadi aku sudah sadar dan sepenuhnya paham tentang resiko yang
mungkin akan terjadi. Aku pun tau harus bertanggung jawab atas semuanya itu,
dan aku akan melakukannya! Kami sudah sama-sama dewasa dan berpikiran panjang,
bukan ABG lagi yang masih suka bersenang-senang aja. Itulah yang ga dipahami
oleh orang tuaku...
Sekian lama
galau dengan keadaan ini, aku butuh teman untuk berbagi. Di kantor, aku
mempunyai sahabat baik. Kami sering ngobrol, bercanda, dan berbagi cerita,
termasuk cerita tentang ini. Karena sama-sama beragama Katolik, kami
juga berbagi info tentang gereja. Dia sudah kuanggap kakakku sendiri. Aku tau dia
juga mempunyai masalah yang sama denganku, cintanya terhalang perbedaan. Bukan
perbedaan ras dan budaya sepertiku, tapi perbedaan agama. Menurutku, itu lebih
kompleks lagi!
Dia beragama
Katolik, ceweknya seorang pemeluk Islam. Mulanya, hubungan mereka mendapat
restu dari keluarga kedua belah pihak, dan mereka pun saling menghormati agama
masing-masing. Mereka pacaran cukup lama (aku lupa berapa tahun pastinya), dan
dia juga sempat curhat ke aku, betapa ia ingin ceweknya memeluk agama yang
sama. Kalau aku sih –jujur aja– agak menyayangkan saat seorang murid Yesus
memilih pasangan yang ga seiman. Tapi aku ga menghakimi, aku cuma memberi
pendapat pribadi, “Jangan sampai cintamu kepada manusia mengalahkan cintamu
pada Tuhan dan membuatmu berpaling...”
Hingga tibalah suatu
masa, dimana ia mengungkapkan niatnya untuk menikahi ceweknya. Tapi reaksi dari
pihak keluarga ceweknya sungguh mengejutkan. Mereka ga bersedia anak gadisnya
dinikahi secara Katolik. Kata temanku, intinya begini, “Saya yang laki-laki,
jadi sudah seharusnya Lisa (nama ceweknya) yang mengikuti saya. Kalau keberatan
soal agama, kenapa dari dulu saya direstui bersama dengan Lisa?”
“Soalnya saya
pikir Mas mau pindah ke Islam dan menikah secara Islam,” jawab ibunya si Lisa.
“Maaf, kalau
soal itu saya tidak bisa. Kalau benar-benar tidak direstui untuk menikah secara
Katolik, lebih baik hubungan saya dan Lisa sampai di sini saja,” temanku tegas
memberikan pernyataan seperti itu. Salut!
Setelah
kejadian itu, hubungan temanku dengan ceweknya merenggang, bahkan temanku berencana
untuk menjauh pelan-pelan, ga mau langsung putus begitu aja. Aku sedih juga
saat mendengar ceritanya. Tapi aku rasa temanku sudah mengambil keputusan yang
terbaik. Apapun yang ia lakukan, aku hanya bisa memberikan dukungan semangat
dan doa untuknya.
Memang, rasanya
berat banget saat mengingkari perasaan bahwa masih sayang, tapi harus menjauhi,
apalagi karena alasannya bukan berasal dari pribadi masing-masing, melainkan
dari pihak luar! Tapi itulah yang temanku lakukan. Ceweknya pun juga belum bisa
menerima kenyataan kalau hubungan mereka menjadi rumit...
Waktu berlalu,
entah bagaimana kelanjutan hubungan temanku dengan ceweknya. Aku juga ga
bertanya lagi. Sehari-hari, kami ngobrol hal-hal yang biasa aja. Tiba-tiba
tanggal 24 Juli yang lalu, dia mengajukan cuti 1 hari untuk besoknya, tanggal
25 Juli. Tumben, soalnya Mas yang satu ini terbilang jarang banget cuti.
“Emang cuti mau
kemana?” tanyaku lewat chating di YM
waktu itu.
“Aku mau ke
catatan sipil, Arzy,” tulisnya.
“Waaahh...
Akhirnya happy ending nih sama si Lisa?”
surprise aku membaca jawabannya.
“Iya,
akhirnya... Puji Tuhan!” jawabnya diikuti smiley
big grin.
“Syukur deh...
Gimana ceritanya? Kok akhirnya bisa?” antusias aku ingin tau.
Lalu dia
menceritakan kronologisnya.
“Awalnya,
cewekkku tanya apa bedanya Kristen Protestan dengan Katolik. Ya aku jawab
sepengetahuanku. Trus dia bilang pengen dibaptis dan nikah cara Katolik. Aku kaget,
tapi juga bersyukur banget. Aku bilang, ‘Kalau beneran mau nikah Katolik, lebih
baik kamu belajar aja dulu 1 tahun. Setelah itu baru dibaptis.’ Lagian kalau
dari luar Katolik kan ga bisa langsung dibaptis. Akhirnya dia mau belajar agama
dulu.”
Aku ga puas tau
ceritanya sampai di situ. Bagaimana bisa si cewek akhirnya mau belajar menerima
Tuhan Yesus? Lalu bagaimana dengan pihak keluarga yang sangat menentang jika pernikahan
mereka dilangsungkan secara Katolik? Pertanyaan itu sangat menggelitik
keingintahuanku. Temanku ga pelit bercerita saat ditanya, dan cerita berikutnya
sangat menginspirasiku.
“Aku doa novena
terus tiap malam jam 12. Aku mohon sama Tuhan, bilang mauku gini, maunya
cewekku gini. Pernah ya, aku ngalami kejadian ajaib. Aku pulang dari kantor
udah malem, abis lembur. Capek banget, jadi ketiduran. Eh, tau-tau aku merasa
ada orang laki-laki di kamarku, dia banguni aku, ‘Hei, bangun! Kamu ga doa ta?’
Langsung aku bangun, lihat jam, ternyata jam 12 pas! Waktunya aku doa. Bener-bener
mujizat.
Aku juga ga tau
kenapa tiba-tiba cewekku ngomong mau dibaptis, mau belajar agama Katolik,
padahal ya ga ada yg nyuruh, aku kan ga pernah maksa dia buat pindah Katolik. Tapi
ya itulah mujizat Tuhan! Sekarang keadaannya udah jauh lebih baik. Orang tuanya
cewekku akhirnya luluh juga, nyerahin semua keputusan sama Lisa dan aku. Kalau
orang tuaku sih udah ga masalah. Sebulan lebih aku berdoa tiap hari, dan
akhirnya doaku dijawab Tuhan...
Kamu coba doa
Novena Kepada Hati Kudus Yesus sama Novena Tiga Salam Maria, biar masalahmu
dapat jalan kayak masalahku sekarang. Sambil berdoa, bayangin orang-orang yang
kamu kasihi kayak Mamamu, Papamu, semuanya, doain mereka. Di androidmu, kamu download aplikasi namanya ABADI. Di situ
ada info tentang Katolik kayak doa-doa harian, doa novena, rumah doa, gereja,
renungan, pokoknya lengkap. Kamu bisa berdoa pake bantuan itu.”
WOW, it’s trully inspiring me!
Berdasarkan cerita
temanku, aku makin semangat untuk memperjuangkan hak-ku, hak mendapatkan
kebahagiaan. Kalau dia bisa berhasil, kenapa aku ga bisa? Aku percaya satu hal:
Tuhan bekerja dengan caraNya sendiri. Kalau benar dia yang Tuhan sediakan buat
aku, pasti Tuhan bukakan jalan untuk kami. So,
aku menuruti sarannya. Download
aplikasi ABADI, lalu mulai berdoa novena tiap malam. Sebelumnya, aku memang
berdoa untuk ini setiap hari, tapi doa biasa, bukan khusus meminta lewat doa
novena. Kali ini aku benar-benar berserah kepadaNya, mendoakan keluargaku, juga
hubunganku dengan pacarku. Sejak rutin berdoa novena, aku merasakan suatu
perubahan. Bukan, doaku belum dikabulkan oleh Tuhan kok, tapi aku merasa jiwa
ini tenang banget. Aku yang semula selalu khawatir, merasa diuji oleh Tuhan
sedemikian beratnya, bingung gimana harus bersikap, hingga putus asa dan
buru-buru ingin masalah ini berhasil dengan sukses sesuai harapanku; kini aku
lebih sabar, lebih bisa tenang menghadapi situasi ini, dan pastinya lebih
optimis.
Aku dan pacarku
memang sudah pernah membicarakan soal pernikahan, rencananya di tahun 2014
nanti. Tapi kami belum berani jauh mempersiapkan ini-itu, tentu karena selain masih
ada faktor hambatan, pengetahuan kami soal syarat pernikahan gereja Katolik
masih minim, misalnya bagaimana jika ga ada restu dari orang tua dan bagaimana
kalau orang tua ga hadir pada waktu pernikahan, apakah bisa tetap menikah. Semakin
waktu berlalu, kami memang harus mengambil keputusan. Daripada bingung mau
bertanya ke siapa, akhirnya kami konsultasi ke Romo.
Datang ke
gereja, kami menemui Romo yang sudah kami kenal dan menceritakan masalahnya. Sebelum
menjawab, Romo banyak bertanya tentang kesungguhan niat kami. Setelah itu, jawaban
Romo, “Sebenarnya kalau pernikahan di gereja Katolik itu cuma perlu ada
mempelainya, dua orang saksi, dan Romo. Itu saja sudah cukup sah. Saksi itu
bisa siapa saja, orang yang kehidupan pernikahannya bisa kamu jadikan contoh.
Jadi kalau orang tua ga bisa datang ya ga pa-pa. Soal pasangan kan sepenuhnya
pilihanmu sendiri. Kehidupan pernikahan juga kalian sendiri yang menjalani,
jadi seharusnya orang tua ga bisa ikut campur, ga bisa maksa dalam hal itu.
Yang harus kalian hayati bener-bener adalah pernikahan Katolik itu satu untuk
selamanya, tak terceraikan.” Ini bener jawaban seorang Romo lho, bukan aku
sendiri yang mengarang demi mulusnya rencanaku. Hehehe... Jawaban itu seketika
membuat optimisme kami meningkat.
Jujur dari
dalam hati terdalam, aku ga mau menikah tanpa restu orang tua. Bayangan akan
penolakan, takut kualat, dan takut ga didoakan sampai rumah-tanggaku nanti
banyak batu sandungannya, sempat membuatku ragu. Tapi banyak pihak yang
menguatkan aku, salah satunya Mas-ku itu, juga keluarga pacarku yang sepenuhnya
bisa menerima aku dan mendoakan hubungan kami berlanjut sampai ke pernikahan. Jadi
kalau kenyataannya orang tua menghalangi aku untuk bahagia, hanya karena
masalah stereotype budaya di tengah
zaman yang semakin modern dan terbuka, aku ga bisa pasrah gitu aja. Setiap manusia
punya kehendak bebas! Itulah yang aku perjuangkan. Itulah yang kami berdua perjuangkan. Masa sih orang tua ga
bahagia kalau anaknya bahagia? Kata pepatah, when you don’t care about other people feelings, no one will care about
your feelings...
Jadi aku masih terus
berdoa, pacarku juga, memohon jalan yang terbaik sesuai kehendakNya. Kami hendak
mewujudkan mimpi bersama. Jika sebelumnya masih takut untuk melangkah, kini
kami merasa yakin karena satu pintu dari gereja sudah terbuka. Welcome September, akhir-akhir ini kami semakin berani dan optimis
menuju tahap krusial selanjutnya. It’s a
new start for our future.
Jangan pernah kau merasa sendiri, jangan pernah kau
berkecil hati
Hilangkan semua resah gelisah, tunjukkan pada dunia
kau bisa!
Coba sejenak kau renungkan ini, langkahkan kaki dan
mantapkan hati
Yakinlah semua kan baik saja, jadikan hidupmu lebih
indah
Someday you’ll find out that you are brighter than
a star
Just be strong
Just be brave
And be sure
Yes you can
Kaulah bintang hidupmu!
Lupakanlah semua yang lalu, kita sambut yang baru
Janganlah kau ragu ‘tuk maju, kejar semua impianmu
Hadapi semua rintangan, kuatkanlah tekadmu
Gapailah semua anganmu, yakinkanlah dirimu,
It’s a brand new day!
(Brand New Day ~~ Cherrybelle)
Kembali ke
ceritanya temanku tadi. Aku berkomentar begini,
“Wah, kamu
mesti kesaksian lho, kalau kamu udah berdoa dan doamu dikabulkan sama Tuhan.”
“Iya, aku
cerita ke kamu ini kan juga kesaksianku. Tuhan sudah menjawab doaku dan aku
harap Tuhan menjawab doamu juga. Aku doain kamu sukses dan diberkati Tuhan
Yesus dan Bunda Maria. Tetep semangat ya Arzy!”
Thanks to sahabatku, Mas Mahar
Mardhana Putra, buat sharing dan
inspirasinya yang boleh aku bagikan disini. Maaf kalau ada salah-salah kata,
soalnya nulisnya ini berdasarkan ingatan aja sih, hehe... Aku tunggu
undangannya ^o^/
Buat para
pengejar mimpi dan harapan, jangan menyerah sebelum mencoba semua yang bisa dilakukan. Serahkan semua permasalahan dan kegelisahan hatimu
pada Tuhan. Ketika kita angkat tangan, Tuhan akan turun tangan...