Today is my birthday!
Happy birthday to me!!! ^____^
Terima kasih, Tuhan, Engkau
berikan aku tambahan satu lagi umur baru. Banyak harapan terucap di ulang tahun
kali ini, sekaligus merefleksikan perjalanan hidup beberapa bulan lalu yang
membuat hidupku terpuruk. Tapi aku harus bangkit lagi.
Pertengahan Juni 2014, aku mengenal
perusahaan itu: PT Rifan Financindo Berjangka, Surabaya. Awalnya aku melamar
posisi HRD, sesuai dengan pengalaman kerjaku sebelumnya. Aku menjalani
psikotes, sebagaimana prosedur penerimaan pegawai pada umumnya. Ga ada yang
janggal. Pada saat interview, Manager
HRD menyatakan bahwa aku ga cocok sebagai HRD, HANYA karena hasil psikotes
kepribadian menunjukkan bahwa aku bertipe kepribadian I (Influence), alias kepribadian yang
senang berhubungan dan mempengaruhi orang lain. Ia mau seorang HRD bertipe
kepribadian D (Dominance), yaitu yang
tegas, punya kepemimpinan, dan bisa mengambil keputusan dengan cepat. Spontan
aku protes, kenapa penerimaan staff hanya berdasarkan tes kepribadian? Aku
berpengalaman sebagai HRD dan selama ini ga ada masalah dengan pekerjaan
walaupun berkepribadian tipe Influence.
Aku bukan fresh graduate yang bisa
serta-merta menerima alasan yang dia kemukakan. Psikotes bukanlah satu-satunya
tolok ukur penerimaan pegawai. Benar-benar alasan yang aneh! Tapi apalah arti
protesku, kala si Manager HRD tetap pada keputusannya mematok standar seorang
HRD harus bertipe D. Okay, fine. Tapi
dia menawari aku posisi Marketing, karena ”menurutnya” tipe kepribadian Influence lebih cocok
menjalani profesi sebagai marketing. Setelah aku pertimbangkan, aku menyanggupi
dan bisa bergabung.
Jadi, disanalah aku waktu itu.
Masuk ke perusahaan yang bidang kerjanya belum pernah aku ketahui (perusahaan
pialang dengan produknya berupa komoditi logam mulia / emas), dengan jabatan
baru yang belum pernah pula aku lakukan (Marketing, atau Broker, atau
sebutannya disana: Business Consultant),
aku sangat antusias! Ya, karena aku senang belajar hal-hal baru untuk memperluas
wawasan. Dimulai dengan training, aku semakin antusias karena melihat contoh
yang diberikan, yaitu penghasilan yang bisa aku dapatkan sebagai seorang
broker. Bisa puluhan juta dalam sebulan! Memang, broker adalah salah satu
profesi berpenghasilan tertinggi. Berbekal antusiasme berlebihan, aku bertekad
untuk bisa mendapatkannya penghasilan banyak dengan menekuni pekerjaan ini.
Apa yang dipelajari di training
selama satu bulan –aku tuliskan sedikit di blog ”Mister Charming Is Here” –
lalu diaplikasikan pada bulan berikutnya. Job
description-nya sama, hanya contacting,
yaitu membuat janji ketemu dengan calon nasabah. Tiap hari begitu.
Aku diberi berlembar-lembar
kertas berisi data nama dan nomor telepon orang-orang yang harus ditelepon. Menelepon
itu gampang, mendapatkan janji ketemunya itu yang susah.
Sasaran nasabah adalah mereka yang kaya, syaratnya punya uang minimal Rp 100
juta untuk menanamkan dana disini dan berdagang (trading) secara online
lewat perusahaan. Bisa ditebak, kebanyakan dari mereka pasti pebisnis yang sibuk.
Apalagi perusahaan pialang sejenis ini banyak macamnya. Mereka pasti pernah
ditelepon oleh orang-orang seperti kami, sehingga ujung-ujungnya kami ditolak.
Tidak berminat, sibuk, lagi di luar kota, ga ada waktu untuk ketemu, sudah
pernah tau, sudah sering ditelepon, resikonya terlalu besar, ga ada dana untuk
itu, dananya masih muter buat usaha, daaaaann...sebagainya. Banyak alasan. Jadi
kami lebih sering ditolak daripada berhasil.
Tapi bukan berarti ga bisa.
Kalau sudah berhasil buat appointment
dengan calon nasabah, prospek jadi hal yang menyenangkan. Ditemani oleh
senior, kita bisa tau apa aja yang dibicarakan waktu prospek. Setiap ketemu dan
kenalan dengan orang baru, selalu ada pengetahuan baru yang didapat.
Pekerjaan marketing itu rentan
menjatuhkan mental. Mengalami penolakan berkali-kali, hanya orang-orang bertekad
kuat yang bisa bertahan. Singkat cerita, aku mulai bosan, karena aku bukan
orang yang suka dengan pekerjaan tipe contacting
seperti itu. Ditambah dengan kenyataan yang aku hadapi bahwa kerja disitu ga
dapat gaji sebelum dapat nasabah! Alasannya sederhana, karena sebagai
konsultan, gaji didapat dari transaksinya nasabah. Berat.
Tapi aku masih punya semangat,
aku percaya bahwa kegagalan akan membentuk pribadi tangguh dan itu merupakan sebuah
proses menuju kesuksesan. Karena ga suka contacting,
aku memanfaatkan referensi. Lebih gampang karena sudah kenal dengan orangnya,
jadi bisa diajak ketemu untuk diprospek. Akhirnya setelah 3 bulan bekerja
disana tanpa gaji, aku berhasil closing.
Dapat nasabah, ya dari referensi itu.
Harapan yang besar dari nasabah
itu ternyata ga bertahan lama. Berawal dari ambil posisi Buy yang mengharapkan harga naik, kenyataan berkata
lain. Harga di market terus turun tanpa kendali, melenceng dari
prediksi, transaksi nasabahku jadi buyar. Dia banyak loss dan akhirnya ga aktif transaksi. Aku
sangat merasa bersalah, karena aku yang merekomendasikan dengan penuh keyakinan
bahwa transaksinya akan aman, sehingga akhirnya dia mau bergabung. Nasi sudah menjadi bubur. Dia memang ga marah
ke aku, sudah mengikhlaskan itu sebagai resiko dari sebuah trading online, tapi tetap aja aku down banget! Mulai dari situ, motivasiku turun. Emang ga mudah
untuk memperbaiki mood yang udah
terlanjur down menjadi positif lagi. Kerja
jadi ga beraturan...
Di balik tembok keputusasaan
yang menghadang, para atasan terus memotivasi aku. Karena kerja di bidang
yang ga gampang, wajar kalau disitu selalu dicekoki dengan kata-kata positif, maksudnya
biar pikiran jadi positif terus. Jadi ketika ga bisa melakukan apapun kecuali
bertahan, yang harus digenjot adalah keikhlasan dan kesabaran yang luar biasa. Aku
mulai punya harapan baru, ketika posisiku naik jadi senior. Sebagai Senior Business Consultant, aku diberi
kepercayaan menangani 3 orang staf di bawahku. Kalau nanti staf-ku closing, aku juga ikut dapat komisinya.
Oke lah, aku jalani tugas itu, mulai dari training staf baru sampai mendampingi
mereka untuk prospek (aku udah bisa prospek sendiri). Bulan-bulan berlalu, aku
mulai stuck karena aku sendiri ga
dapat nasabah (otomatis ga dapat gaji), staf-ku juga ga ada yang closing, sementara aku masih diperintah
oleh atasan untuk membantu prospek staf-nya orang lain. Aku down.... Sangat down...
Sampai terjadilah peristiwa ini.
Di ruanganku, ada seorang staf perempuan, ga usah sebut nama. Dia ini sangat
jarang contacting, kerjaannya lebih
sering guyon dan makan cemilan... Walaupun jarang contacting, tapi dia bisa buat appointment.
Beruntung. Lalu dia prospek ditemani oleh Kepala Divisi. Ternyata si calon
nasabah tertarik. Setelah beberapa kali di-follow
up oleh si Kepala Divisi, akhirnya berhasil closing. Dia dapat nasabah 1 orang, pada bulan kedua dia kerja
disana. Setelah closing, ternyata kelakuannya
ga berubah. Di kantor, tetep aja makan cemilan dan becandaan. Seharusnya ketika
seseorang sudah punya nasabah, dia harus mampu prospek sendiri atau menemani
prospek staf lain. Tapi apa yang dia lakukan? Ga ada. Transaksi nasabahnya ditangani
oleh si Kepala Divisi, padahal itu kan tanggung jawab dia! Handle nasabah itu
tanggung jawab broker-nya, bukan Kepala Divisi.... Minimal dia tau
cara bertransaksi lah! Tapi
product knowledge aja dia ga tau.
Ga cukup sampe disitu. Si Kepala Divisi pernah bilang ke dia
(di dalam ruangan, jadi semua orang disitu pasti dengar), “Kamu cari 3 orang
staf di bawahmu, saya akan closing-kan
suaminya (nasabah pertama). Kalau ga gitu, saya panggil kamu Bos. Saya nangani
transaksinya ini berarti kan saya kerja buat kamu.”
Dia bilang iya-iya aja.
Eh, 1 bulan kemudian, si Kepala
Divisi berhasil meng-closing-kan
suami si nasabah terdahulu itu. Padahal jelas-jelas ”dia” belum punya 3 orang
staf! Ga konsisten dengan perkataannya sendiri! Berarti sekarang nasabahnya ada
2 orang. Enak banget dia!!! Ga ngapa-ngapain, cuma duduk-duduk
cantik di kantor, tau-tau dapet nasabah. Plus, 2 orang nasabah itu tetep
ditangani oleh si Kepala Divisi. Tiap hari si Kepala Divisi selalu laporan sama
dia, hari ini sudah berhasil transaksi berapa lot.
Yang kerja orang lain, tapi
komisinya ke dia semua. Gimana ga bikin sebel??!
Puncak kekecewaan adalah suatu
hari aku diminta oleh managerku untuk prospek nemani ”dia” itu. Aku langsung
protes, ”Ga mau! Dia kan udah punya 2 nasabah, jabatan udah senior lagi, harus
bisa prospek sendiri lah!”
”Yaah, kalau dia bisa sih, aku
ga minta tolong kamu...” kata managerku, sedikit memelas dan mengakui kalau
”dia” ga bisa.
Aku bersikukuh ga mau, sampai
akhirnya managerku yang turun jalani prospek.
Tuh, berarti terbukti kan, kalau
dia emang lucky. Ada yang prospekin, ada yang closing-in, tanpa harus repot-repot… Setidaknya
kalau dia bisa prospek sendiri, aku lebih bisa menghargai. Tapi aku udah ga
respek sama sekali...
Bukan cuma aku, ada teman lain
yang merasakan sama, sampai banyak yang ga suka sama ”dia”... That’s not fair at all!
Temen-temen lain berjuang justru
ga mendapat apapun, sedangkan yang biasa aja malah mendapatkan banyak. Lucu.
Hidup kadang selucu itu.
Setelah mengalami banyak kekecewaan
dan penderitaan akibat kerja disitu, akhirnya aku memutuskan untuk resign. Ya sudahlah, aku mengaku telah
salah langkah masuk kerja di PT Rifan Financindo. Tergiur oleh iming-iming
penghasilan besar, nyatanya aku malah habis banyak. Sangat banyak! Selama kerja
disitu, hanya dapat sedikit penghasilan dari transaksi nasabahku itu. Ketika
nasabahku ga aktif lagi, kembali tanpa gaji. Aku mengandalkan tabungan yang
udah aku kumpulkan dari kerja sekian tahun untuk menunjang kehidupanku
sehari-hari. Aku ga bisa bertahan disana lagi.
Enam bulan menjalani hidup tanpa
penghasilan, bukan waktu yang sebentar. Siapa yang mau? Aku handle staf, prospek kesana-kemari;
tanpa hasil. Setidaknya ada uang transport atau uang makan, walaupun sedikit,
ternyata ga ada sama sekali. Entahlah kenapa aku bisa bertahan
sekian lama walaupun keinginan untuk resign
sering muncul.
Dulu, setiap kali mau resign, selalu ada hal yang bisa membuat
aku untuk mengurungkan niat itu. Misalnya ada calon nasabah yang
prospektif dan kemungkinan bisa bergabung, sampai dengan motivasi-motivasi yang
diberikan. Motivasi dari luar plus motivasi diri sendiri, bahwa aku bisa
berhasil sebentar lagi. Sabar sedikit lagi. Tapi kenyataannya, ga semua calon nasabah yang menunjukkan
ketertarikan itu bisa cepat bergabung. Aku menunggu sekian lama, ah, PHP
(Pemberi Harapan Palsu). Akhirnya aku ga bisa menunggu lagi.
Waktu berjalan terus.
Kini, ga ada lagi yang bisa
menghalangi aku keluar dari pekerjaan ini. Sekian banyak suntikan motivasi yang
diberikan untuk menahan aku tetap disana sudah mental semua. Semua senior dan
atasan menyayangkan aku keluar, karena aku belum sukses jadi ”orang” dari kerja
disana. Hei, sukses bisa dimana pun, bisa dari pekerjaan apa pun, bukan hanya
dari broker di PT Rifan Financindo. Aku ga butuh motivasi, aku butuh uang! Logika
sederhana kok.
Aku sadar, betapa naifnya aku
waktu itu, mau ditempatkan jadi marketing. ”Menghibur” aku yang ga diterima
sebagai HRD karena tipe kepribadiannya ga cocok. Itu hanya akal-akalannya aja,
karena memang semua yang melamar kerja disana akan dijadikan marketing, ”telemarketing”
tepatnya. Dia memasang info lowongan pekerjaan sebagai Customer Service, Admin,
Management Trainee, Receptionist, IT, dan jabatan-jabatan lain hanya sebagai
kedok, karena semua orang pasti akan takut duluan kalau disebut ”broker” atau kemungkinan
besar akan menolak diberi tugas telemarketing....
Aku menulis ini sebagai bentuk
kekecewaan pernah bekerja di PT Rifan Financindo. Sebenernya aku masih oke kalau ga ada kejadian ”Princess Tukang Makan” yang ga ngapa-ngapain tapi dicukupi
semua kebutuhannya itu, soalnya emang hal itu yang paling meletupkan amarah. Ya
sudahlah, aku sudah ikhlas menerima ”keanehan” di perusahaan itu. Aku ga
menyalahkan perusahaan, atau menjelek-jelekkan, juga ga bilang kalau perusahaan
ini tipu-tipu, karena mungkin seperti itulah keadaan yang terjadi di dalamnya.
Bagaimanapun juga, aku pernah menjadi bagian dari mereka, aku juga mendapatkan
banyak pengetahuan dari sana. Mungkin juga cara kerjaku yang salah. Memang
kalau ulet, tekun, gigih, ga gampang nyerah pasti bisa dapat nasabah dan
penghasilan besar. Aku bukannya ga mau, tapi aku diburu oleh waktu karena aku
ga bisa terus-terusan ga ada penghasilan. Iya kalau besok closing, kalau ga? Mau nunggu sampe kapan? Mau makan apa? Berdasarkan
itu, aku udah ga mau spekulasi lagi. Udah cukup.
Sekarang, di hari ulang tahunku
ini, aku harus kembali menata hidup. Cukup sudah salah langkah selama 6 bulan. Suatu
pelajaran supaya lebih teliti lagi dalam menerima pekerjaan. Lupakan sakit hati akibat Rifan. Fokus ke pekerjaan
lain, bekerja keras untuk mengembalikan semua tabungan yang terkuras selama
kerja disana, juga memperbaiki hubungan dengan pasangan yang sempat berselisih
karena uang tabunganku untuk rencana married
terpakai sangat banyak. Yah, banyak yang harus diperbaiki, banyak resolusi baru
yang harus dibuat. Aku pasti bisa –dan harus– bangkit dari situasi yang sulit
ini. Tuhan, dengarkanlah doaku ini. Aku tahu Tuhan akan bukakan jalannya.
.....Seperti pelangi sehabis
hujan, itulah janji setia Tuhan. Di balik dukaku telah menanti harta
yang tak ternilai dan abadi.....
Time flies so fast, sometimes I don’t realize that I am
getting older so fast.
What I’ve been through till my age make me who I
am now.
Thanks for all family and friends for your birthday wishes...
May all the wishes in my new age will come true smoothly.
Because all the hard work will be paid off…