Wolaa... Senang rasanya bisa nulis lagi. Setelah
ada kejadian luar biasa dalam hidupku, yang membuatku vakum nulis selama lebih
dari 3 bulan ini.
Semuanya berawal dari siang itu, hari Senin
tanggal 29 April 2013. Jam 12-an, seperti biasa aku keluar kantor mau makan
siang. Lagi santai-santainya mengendarai si motor, baru sekitar 5 menit jalan,
tiba-tiba aku ga sadarkan diri. Ternyata, aku kecelakaan, ditabrak dari
belakang oleh pengendara motor lain!
Saking kerasnya tabrakan, aku jatuh dan langsung
pingsan di tempat. Menurut cerita orang-orang, aku segera ditolong lalu
dilarikan ke rumah sakit terdekat, RSI Jemursari. Dahi benjol, telinga dan
hidung keluar darah, serta ketidaksadaran itu membuat pihak rumah sakit memutuskan
untuk CT-Scan.
Orang baik hati yang menolong aku segera menelpon
Mamaku, pakai HP-ku. Karena Mamaku ada di Kediri, otomatis ga bisa langsung
menemui aku. Jadi, Mamaku menelepon atasanku, Pak Henri. Begitu mendengar kabar
itu, Pak Henri segera memberitahu rekanku, Mbak Tri, untuk mengurus semua
keperluan di rumah sakit. Dengan bantuan beberapa teman juga, Pak Henri dan
Mbak Tri mengunjungi aku di rumah sakit. Untungnya, hari itu pacarku sedang
cuti, dan siang itu memang kami janjian untuk makan siang bareng. Begitu nelpon
HP-ku dan yang menjawab orang lain, tahulah pacarku kalau aku kecelakaan dan
dibawa ke rumah sakit. Ia segera menuju rumah sakit.
Entah apa sebabnya, dari RSI Jemursari aku dirujuk
ke RS St.Vincentius a Paulo (RKZ), dan langsung masuk ruang ICU. Kata orang-orang
sih, aku sadar waktu dibawa ke RKZ dan bisa menjawab dengan benar waktu
di-“tes” dengan pertanyaan: aku siapa? Ini siapa? Itu siapa?
Takutnya aku amnesia soalnya luka di kepala parah
banget. Tapi kalau sekarang aku ditanya, “Kamu inget ga kejadian di RS waktu
ditanya: ini siapa, itu siapa?” Jujur aku jawab: ga. Walaupun –katanya– aku
melek, tapi kenyataannya aku antara sadar dan ga sadar.
Lima hari aku dirawat di ICU, dengan kondisi antara
sadar dan ga sadar itu. Kadang kalau melek aku berpikir, ini dimana? Kenapa aku
disini? Lalu aku pikir itu hanya mimpi. Tidur lagi. Tapi pas bangun lagi, kok
aku masih disini? Ini dimana sih?
Aku juga bisa melihat siapa saja yang ada disana:
pacarku, Mamaku, Papaku, bosku, beberapa temanku... Tapi aku heran, kenapa
mereka ada di sini?
Lama-lama aku tahu kalau aku di rumah sakit.
Setelah melalui serangkaian pemeriksaan di RSI
Jemursari dan RKZ, kata dokter aku mengalami pendarahan otak, gegar otak
ringan, dan patah tulang selangka bagian kiri. Padahal waktu itu aku pakai helm
SNI, di-klik, dan waktu jatuh –kata saksi mata– posisi helm masih melekat di
kepala. Tapi bisa jadi pendarahan parah di otak gitu.
Sementara si penabrak? Cuma luka-luka ringan di
kaki-tangannya.
Hadeh....
Aku baru benar-benar sadar kalau lagi di rumah
sakit pada hari keenam, setelah dipindahkan dari ICU ke kamar rawat biasa. Saat
itu pula aku diberi tahu kalau aku kecelakaan dengan kronologis begini:
Di jalan raya Jemursari, tepatnya di depan ruko
yang ada Bank Ganesha (ruko apa sih itu namanya?) ada jembatan kecil yang
menghubungkan antara 2 jalur jalan (karena 2 jalur jalan dipisahkan oleh sungai
kecil). Dari arah kantorku, aku harus menyeberang jembatan itu untuk menuju
ruas jalan sebaliknya. Setelah sukses menyeberang jembatan, aku harus menunggu
kendaraan dari arah sebaliknya sedikit lengang, baru aku melaju, karena aku
harus segera mengambil jalur kiri.
Nah, setelah arus kendaraan ga terlalu ramai, aku
segera melaju dan mengambil jalur kiri. Aku sudah merasa benar ada di kiri.
Pada saat itulah, motor CBR yang dikendarai orang itu menabrak aku dari
belakang. Honda Beat vs Honda CBR, terpental-lah aku.
Menurut keterangan si penabrak, aku memotong
jalannya dan ga menyalakan lampu sign kiri. Padahal aku yakin betul kalau aku
sudah berada di jalur kiri, jadi buat apa menyalakan lampu sign kiri lagi??
Tapi si penabrak juga mengakui kalau dia lagi ngebut. Menurut beberapa saksi
mata, kedua pihak sama-sama salahnya, aku terlalu cepat pindah jalur ke kiri,
sedangkan si penabrak ngebut saat berada di jalur kiri.
Berada di rumah sakit merupakan masa dimana terbatasnya
segala gerak tubuhku. Kepalaku pusing banget tiada henti, badanku sakit semua.
Kondisiku benar-benar dipantau oleh dokter dan perawat. Tapi aku bersyukur ada
simpati datang silih berganti, dari keluarga, teman-temanku, juga teman-teman
Papa-Mamaku. Mereka menjenguk dan memberi kekuatan tersendiri buatku.
Untuk merawat tulangku yang patah, dokter
memberikan 2 alternatif: pertama, dioperasi, yaitu dipasang plat dengan resiko
nantinya harus operasi lagi untuk mengambil plat itu, atau yang kedua: ga
dioperasi, tapi dipasang ransel ban untuk menyokong posisi tulang dan otomatis
penyembuhannya jadi lebih lama. Opsi kedua muncul karena usia yang masih muda,
jadi tubuh bisa membentuk jaringan seperti “lem”-nya dan lama-lama tulang bisa
nyambung sendiri. Setelah diskusi, Mamaku mengambil kesimpulan ga usah dioperasi.
Pertimbangannya, kepalaku masih pusing-pusing terus, kalau operasi nanti
menambah rasa sakitnya.
Setelah itu, barulah dokter tulang itu mengambil
tindakan dengan memasangkan ransel ban di bahuku.
Sepuluh hari aku dirawat di rumah sakit. Selama
itu pula aku ga merasakan hasrat untuk buang air, karena dipasang kateter. Hari
kedelapan, aku diberi obat pencahar supaya bisa BAB. Bayangkan, 8 hari ga BAB
blas! Hahaha...
Akhirnya, tanggal 8 Mei 2013 jam 3 sore, aku diperbolehkan
keluar dari rumah sakit, lalu langsung menuju ke rumah di Kediri. Perawatan
dilanjutkan di rumah. Aku harus totally bed rest! Rasanya luar biasa. Kepala
masih pusing-pusing, tangan ga bisa gerak, makan-minum harus disuapi, mandi
dimandiin, minum obat terus...
Dalam sehari, aku harus minum sekitar 6 macam
obat, mulai dari obat saraf, obat tulang, obat sakit kepala, dsb. Ada yg
minumnya 1x sehari, 2x sehari, atau 3x sehari. Totalnya sekitar 12 butir obat
yang kutelan! Belum lagi ada obat tetes telinga dari dokter THT untuk
menyembuhkan infeksi di telinga (karena sebelumnya sempat berdarah), juga obat
Cina yang sudah terkenal sebagai obatnya saraf dan otak: Ankung. Asupan makanan
juga harus dijaga. Pantangannya sih cuma makanan-minuman yang dingin-dingin,
soalnya kan membuat tulang ngilu. Setiap hari aku minum susu high calcium, lalu
sering diberi makan sup ceker ayam atau sup sumsum. Padahal aku ga suka ceker
ayam! Tapi katanya ceker ayam dan sumsum itu mengandung kalsium yang cepat
menyembuhkan dan memperkuat tulangku. Yaudah dimakan aja... Semuanya dilakukan
demi cepat sembuh...
Selain minum obat, untuk membantu penyembuhan, aku
juga mencoba pengobatan alternatif: sangkal putung. Terapisnya bisa dipanggil
ke rumah. Seminggu 2-3 kali, aku diterapi dan lama-lama mulai merasakan
perubahan berarti. Tangan yang semula kaku sudah bisa digerakkan sedikit-sedikit.
Walaupun gitu, aku tetap pakai ransel ban dari dokter untuk mencegah tangan
banyak bergerak yang bisa mempengaruhi posisi tulang.
Aku juga rutin kontrol ke dokter. Karena
penyakitnya kompleks, aku sampai punya kartu member dari banyak dokter, seperti
dokter tulang, dokter saraf, dokter THT, dsb, hehehe... Sebulan sekali, aku
juga ke RKZ Surabaya untuk kontrol ke Dokter Joni (dokter bedah saraf) dan Dokter
Stephanus (dokter tulang) yang menangani aku dulu.
Terapi sangkal putung terus dilanjutkan, minum obat
secara teratur, ditambah dengan doa dan keyakinan akan sembuh, puji Tuhan
keadaanku berangsur-angsur pulih. Kepala sudah ga sering pusing-pusing, badan
yang terasa sakit mulai membaik, tangan yang kaku mulai bisa digerakkan lebih
fleksibel.
Hampir satu bulan penuh bed rest, aku mulai bosan
di rumah terus. Rasanya kangen kerja lagi, apalagi berat badan mulai bertambah.
Iya lah, soalnya makan-tidur terus ga melakukan apa-apa. Baru kali ini sakit
tapi tambah gemuk. Hehehe...
Menurut pemeriksaan dokter, yang dibuktikan dengan
foto ronsen tanggal 20 Mei, kondisi tulangku sudah mulai terlihat nyambung,
cuma belum kuat. Jadi tetap harus rutin minum obat, istirahat, ga boleh capek-capek
dan mengangkat benda yang berat. Tapi dibalik sembuhnya pusing-pusing dan
membaiknya kondisi tulang, ternyata penyakit lain muncul!
Mata.
Akhir bulan Mei, aku merasakan kondisi aneh
terjadi di mataku. Waktu melihat, seolah muncul bayangan di samping objek
aslinya. Mataku jadi ga fokus, semuanya terlihat kabur, bayang-bayang itu
sangat mengganggu! Waduh, kenapa lagi ini?
Akhirnya tambah lagi satu kartu member dokter,
yaitu dokter mata. Setelah diperiksa dan diberi tahu kalau baru kecelakaan,
dokter mata yang sudah bergelar Profesor itu mengambil kesimpulan kalau
gangguan pengelihatanku itu muncul karena adanya kerusakan saraf di kepala,
yang berdampak bagi saraf mata pula. Jadi sarannya, sembuhkan dulu saraf yang
ada di kepala. “Kalau dokter saraf menyatakan sarafnya sudah sembuh tapi matamu
masih belum normal, baru saya bisa memberi tindakan pada mata,” begitu katanya.
Si dokter menyarankan latihan gerak bola mata ke
kiri-kanan berulang-ulang, seperti penari Bali gitu. Haha... Dia juga
meresepkan vitamin yang harus diteteskan di mata.
Atas saran dokter mata, aku kembali ke Dokter Joni
di RKZ Surabaya. Diperiksa olehnya, Dokter Joni menjelaskan kalau saraf memang
lama sembuhnya. Ibaratnya, sarafku ini lagi memar, soalnya baru terbentur. Tapi
lama-lama bisa sembuh sendiri, dan mataku juga akan normal kembali. Kemudian Dokter Joni meresepkan obat
lagi.
Dua minggu berlalu, aku kembali ke dokter mata
karena masih belum merasa perubahan berarti. Jawaban si dokter masih sama,
“Dokter saraf bilang sarafnya sudah sembuh belum?”
“Belum, Dok. Katanya memang agak lama.”
“Yaudah, kamu tunggu aja sampai sembuh. Kamu
latihan terus lirik kiri-kanan gitu. Ini lama-lama bisa sembuh sendiri kok.
Saya sih bisa aja operasi kamu, membetulkan supaya ga muncul bayang-bayangnya
lagi, tapi nanti kalau sarafnya sudah sembuh, trus malah matamu jadi ga fokus
lagi, gimana?”
Oooh... Begitu ya... Aku manggut-manggut.
Berbekal keyakinan akan sembuh, aku teruskan
pengobatan di dokter saraf.
Kondisi mata kabur itu aku alami selama lebih dari
2 minggu. Ternyata memang benar, mata adalah jendela dunia (eh, itu mata atau
buku ya?)
Ga nyaman, ga bisa melihat dengan jelas. Ga boleh
kelamaan nonton TV, ga boleh kelamaan lihat HP, karena fokus mataku ga boleh di
satu tempat. Makanya mataku dilatih jadi kayak penari Bali.
Suatu hari aku menemukan satu pola, bahwa kalau
mata ditutup satu, bayangannya berkurang dan lebih bisa fokus. Akhirnya supaya
bisa melihat dengan lebih nyaman, aku dibuatkan tutup mata satu seperti bajak
laut gitu! Hehehe... Tiap hari gantian, kadang mata kiri yang ditutup, besoknya
mata kanan, begitu seterusnya.
Tuhan memang baik. Eh, suatu hari tiba-tiba mataku
jadi bisa melihat dengan jelas lagi! *cling-cling-cling, mata berbinar-binar*
Pengelihatanku sudah kembali normal,
bayang-bayangnya sudah ga ada. Semuanya jadi terlihat indah lagi. Terima kasih,
Tuhan! Betul kata si dokter. Ga rugi Anda bergelar Profesor, hehehe ^_^Y
Mata sudah sembuh, saatnya kembali ke dokter saraf.
Dokter Joni cuma mengajukan pertanyaan sederhana, “Masih pusing-pusing ga?”
“Udah ga, Dok.”
“Ada keluhan apa lagi?”
“Hmmm... Ga ada sih, Dok. Cuma tangannya ini yang
masih sakit, tapi sudah bisa digerakin sedikit.”
“Yaudah, berarti sarafnya sudah sembuh. Kalau
tulangnya memang perlu waktu penyembuhan
lebih lama. Obatnya masih ada?”
“Udah tinggal sedikit.”
“Ga usah diresepkan obat lagi, ya. Tinggal kontrol
ke Dokter Stephanus. Kalau Dokter Stephanus sudah mbolehin masuk kerja, ya
masuk kerja aja.”
“Oke, Dok.”
Karena Dokter Joni sudah menyatakan sarafnya
sembuh, aku periksa ke Dokter Stephanus. Jawaban Dokter Stephanus juga
sederhana, “Supaya tulangnya nyambung dengan kuat memang perlu waktu lama.
Sementara 3 bulan ini jangan nyetir motor atau mobil dulu. Tunggu sampai
bener-bener sembuh. Tangannya ini dilatih lurus ke atas, tapi jangan
tinggi-tinggi ngangkatnya. Stop sampai 90 derajat sikunya gini. Nanti bertahap,
latihan ngangkat tangan lurus ke atas. Trus jangan ngangkat yang berat-berat
juga. Jangan makan-minum yang dingin-dingin.”
“Sudah boleh masuk kerja lagi belum, Dok?”
“Ya kalau kamu sudah merasa fit, ga pa-pa masuk.
Asal tetep dijaga tangannya...”
Hore! Para dokter sudah menyatakan sembuh,
walaupun belum 100%. Aku pun bersiap untuk masuk kerja lagi. Karena aku belum
boleh nyetir motor sendiri, sementara kostku jaraknya 4 kilometer dari kantor
dan ga dilewati kendaraan umum, mau ga mau aku harus pindah kost yang lebih
dekat, supaya bisa jalan kaki atau naik angkutan umum.
Proses pindah kost memakan waktu yang cukup lama,
juga penuh dengan emosi.
Dengan dibantu Mama dan Tanteku, kami mencari kost
yang dekat dengan kantor. Pertimbangan lokasi, kelayakan dan kenyamanan kondisi
kost, juga harganya, membuatku berpikir sangat keras untuk mengambil satu
diantara beberapa tempat yang lolos seleksi. Setelah diputuskan salah satu kost,
mulailah proses pindahan dari kost lama. Sedih banget rasanya... Aku udah
menghuni kost di Jalan Kutisari itu selama lebih dari 4 tahun. Teman-temannya
baik, kondisi dan lingkungan kostnya juga lumayan, lagipula harganya murah,
karena masih ikut harga tahun 2009 dan baru naik 1x, selama 4 tahun cuma naik
100 ribu! Kost baru di Jalan Jemur Andayani ini juga ada plus-minusnya. Jadi ya
dinikmati aja tempat baru ini.
Aku masuk kerja lagi tanggal 19 Juni, setelah 51
hari istirahat. Wow, rasanya gimanaaa getu! Seperti anak baru lagi. Puji Tuhan,
kondisi sudah lumayan fit, teman-teman di kantor menyambut dengan kepedulian.
Reaksi pertama dari teman-teman adalah, “Mbak Arzy! Sudah sembuh? Kok tambah
ndut, tambah chubby pipinya!”
Hadeh, terima kasih ya teman-teman... :P
Sampai sekarang, puji Tuhan aku sudah bisa bekerja
seperti dulu. Pipi sudah ga se-chubby dulu, berat badan yang sempat kelebihan 2
kilo sekarang sudah normal. Hehehe...
Tulang yang patah memang belum benar-benar sembuh,
satu bulan sekali aku masih harus kontrol ke Dokter Stephanus untuk ronsen, masih
terasa sedikit sakit kalau diangkat lurus ke atas, jadi masih minum
obat / vitamin untuk tulang itu.
Dari peristiwa kecelakaan sampai sakit itu, aku
mensyukuri satu hal: harta paling berharga di dunia ini adalah kesehatan. Kalau
sudah sakit gitu, penyembuhannya lama, mengeluarkan banyak biaya (walaupun
ditanggung oleh kantor), ga bisa ngapa-ngapain, dan yang paling berpengaruh:
amat sangat bosan. Ditambah lagi, waktu bed rest itu aku melewatkan banyak film
keren di bioskop, seperti Iron Man dan Too Fast Too Furious 6... Hiks.. (beli
DVD-nya aja)
Yah, selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian.
Kadang aku berpikir, kenapa aku harus kecelakaan? Apa Tuhan ga menjaga aku?
Kalau ga kecelakaan, pasti aku ga harus pindah kost, pasti aku bisa
ini-itu... Tapi akhirnya aku tahu,
Apa yang kau alami kini, mungkin tak dapat engkau
mengerti
Cobaan yang engkau alami tak melebihi
kekuatanmu...
Tuhanmu tak akan memberi ular beracun pada yang
minta roti
Satu hal, tanamkan di hati: indah semua yang Tuhan
beri...
Tangan Tuhan sedang merenda suatu karya yang agung
mulia
Saatnya kan tiba nanti, kau lihat pelangi
kasihNya!
(Pelangi Kasih ~~ Maria Shandi)
Jadi disyukuri aja. Harus tetap semangat! Orang
yang bahagia itu bukanlah orang yang mempunyai segala hal, tapi adalah orang
yang mampu bersyukur akan segala hal...