Tersebutlah
sebuah kisah nyata tentang anak manusia. Peristiwa ini terjadi dekat denganku,
di lingkungan kerjaku. Sekarang aku kerja di sebuah hotel bintang 3 di
Surabaya. Dengan jabatan yang lebih tinggi, gaji yang lebih baik, dan fasilitas
yang memadai. Well, I think it’s good for
my career. Menjabat sebagai HRD Supervisor, kerjaanku memang lebih banyak,
dan otomatis dituntut jiwa kepemimpinan. Tapi itu sembari berjalan lah, karena
aku juga masih baru kerja di dunia perhotelan, masih harus banyak belajar,
karena sistem kerjanya beda dengan kantor pada umumnya.
Pembagian
kerjanya ada beberapa departemen. Pertama, departemen Bussiness Centre (BC), tempat para staf berkumpul, seperti
Marketing, Purchasing (bagian
belanja/pembelian), Receiving (bagian
penerima barang-barang), Inventory
(bagian stok dan mencatat barang keluar-masuk), Operation Manager, General
Manager, Accounting, Legal, Administrasi,
juga HRD. Lalu ada departemen operasional yang terdiri dari Food and Beverage Product (FBP), Food and Beverage Service (FBS), House Keeping (HK), Front Office (FO), Maintenance
Engineering (ME), dan Maintenance
Building (MB). Hotel beroperasi 24 jam, sehingga ada sistem kerja shift,
kecuali departemen BC. Jadwal kerja diatur oleh masing-masing kepala
departemen, jadi HRD tinggal mencocokkan antara jadwal dengan “real presensi”-nya karyawan, soalnya
pasti banyak yang tukar shift atau off.
Selain
karyawan tetap dan kontrak, ada yang namanya karyawan Cassual, yaitu mereka digaji per hari. Ada pula Trainee. Nah, para Trainee ini diambil dari sekolah-sekolah kejuruan (SMK), diutamakan
yang jurusan perhotelan. Anak-anak Trainee ini mengikuti On The Job Training (OJT) yang direncanakan oleh sekolah mereka,
biasanya selama periode 6 bulan. Jadi mereka ga digaji karena bekerja sebagai
bagian dari program pendidikannya, cuma diberi makan siang. Itulah yang aku
rasakan, enak kerja di hotel, karena dapat makan siang di kantor. Makanannya
bukan nasi bungkus, tapi prasmanan, ambil sendiri sepuasnya. Kenyataannya,
anak-anak BC tempatku berada ini makannya banyak-banyak! Mereka ga malu untuk
nambah. Ga cowok, ga cewek, makannya kalap semua! Awalnya aku masih malu-malu,
tapi lama-lama ngikut juga, hahaha…
HRD
disini lebih ribet. Total karyawan tetap dan kontraknya sih cuma 39 orang, tapi
ditambah Cassual dan Trainee yang selalu berubah-ubah, belum
lagi yang outsourcing juga banyak.
Karyawan yang outsourcing itu driver, security, ME, gardener, dan
pest control. Jumlah karyawannya jadi
sekitar 100 orang.
Apa
yang diutamakan oleh sebuah hotel? Tentu saja kepuasan tamu. Gimana tamu bisa
puas dengan segala pelayanan dan fasilitas hotel lalu bisa kembali lagi dengan
membawa kenalan serta sanak keluarganya, atau merekomendasikan hotel ke orang
lain. Hotel tempatku bekerja tergabung dalam PHRI (Perhimpunan Hotel dan
Restoran Indonesia), dimana setiap 3 tahun sekali akan diadakan “klasifikasi”
untuk menentukan kelayakan bintang 3 yang kami miliki. Kebetulan tanggal 27 Oktober
lalu, klasifikasi itu dilakukan. Lima orang dari PHRI datang, dan yang
mengikuti “sidang klasifikasi” adalah seluruh supervisor dan manager, termasuk
aku, padahal aku baru masuk kerja 1 minggu! Wow, itu pengalaman yang sangat
berharga. Tentunya sebelum itu aku diajari dulu apa aja yang harus HRD
persiapkan untuk menghadapinya. Jadi aku bisa tau apa aja yang orang-orang PHRI
itu lakukan di hotel. Puji Tuhan, hasilnya positif, PHRI memutuskan hotel kami
masih layak menyandang bintang 3.
Itulah
sekilas tentang kerjaan baruku. Berikutnya, aku ga cerita tentang bagaimana
kerjaanku disini, tapi aku pengen sharing
tentang yang aku kemukakan di awal: kisah nyata tentang dua orang manusia yang
terjadi di lingkunganku ini…
Sebut
saja namanya F. dia seorang Manager Food
and Beverage. September 2012, dia masuk kesini dengan jabatan Supervisor.
Tapi 6 bulan kemudian, ia naik pangkat menjadi Manager. Ternyata, menurut
kesaksian HRD lama (yang posisinya aku gantikan ini), Mr.F ini masih punya
hubungan kerabat dengan sang General Manager, yaitu keponakannya. Bukannya
berpikiran negatif, tapi praktek nepotisme semacam ini memang jamak terjadi di
perusahaan. Setelah aku lihat, ternyata Mr.F ini ga serta-merta naik pangkat
hanya karena dia keponakannya GM, tapi dia memang layak dan punya kemampuan
untuk itu. Evaluasi kinerjanya bagus, dia cerdas, pengetahuannya tentang food and beverage bagus, pintar masak,
juga pintar mengatur anak buah. Wajar aja, soalnya dia lulusan S1 perhotelan di
Malaysia, dan guess what: umurnya
masih 23 tahun! Wow, anak muda yang energik, pokoknya oke lah!
Ceritanya,
Mr.F yang charming ini menjalin
hubungan dekat dengan seorang karyawati bagian Inventory, sebut saja namanya R.
Aku ga tau sedekat apa hubungan mereka, tapi katanya jalinan asmara itu sudah
berlangsung semenjak Ms.R masuk kerja di sini, yaitu 6 bulan yang lalu. Aku
cuma pernah lihat beberapa kali mereka berdua ngobrol dengan serunya, si Mr.F
juga sering mampir ke tempat kerjanya Ms.R. Lama-lama, hubungan mereka berdua
sampai ke telinga si Ibu GM.
Sepertinya,
Ibu GM ga suka terjadinya kisah kasih dua orang itu. Entah apa sebabnya. Apa
mungkin karena perbedaan jabatan diantara keduanya? Ah, masa gitu aja
dipermasalahkan? Entahlah. Padahal Ms.R itu ga jelek, lumayan manis kok.
Seumuran dengan Mr.F dan masih single juga.
Aku taunya waktu beberapa hari lalu, si Ibu GM bisik-bisik dengan Operation
Manager (OM) yang duduknya di sebelahku, “Kok mereka mepet-mepet terus sih?” Si
OM juga menanggapi dengan seru, “Iyo, pancet ae. Padahal wes ditegur…” Aku ga
terlalu dengar mereka ngomongin apa lagi, yang pasti aku jadi tau, oh ternyata
dia ga suka.
Hingga
terjadilah peristiwa itu: evaluasi karyawan. Setiap 6 bulan sekali, karyawan
akan dievaluasi kinerjanya. Bagi yang masih kontrak, hasil evaluasi menentukan apakah
diperpanjang kontraknya (untuk 6 bulan berikutnya), diangkat menjadi karyawan
tetap, atau diberhentikan (tidak diperpanjang kontraknya). Miss R masuk pada
tanggal 1 Juni 2013, jadi kontraknya akan berakhir tanggal 30 November nanti.
Akhir bulan Oktober lalu, ia dievaluasi. Aku yang merekap hasil evaluasi itu,
dan terlihat memang evaluasinya kurang bagus. Si OM bilang ke aku, “Sebenernya
R itu kerjanya bagus banget ya enggak, tapi juga ga jelek, jadi biasa aja. Tapi
memang dia belum bisa memenuhi target untuk merekap semua inventory di hotel. Selama ini dia fokusnya cuma inventory bahan makanan punyanya kitchen aja, padahal yang namanya inventory itu semua bagian, termasuk apa
aja yang ada di kamar, stok-nya house
keeping, dan sebagainya. Lagian, staf di bagian itu terlalu banyak, padahal
mestinya bisa ditangani oleh jumlah yang kurang dari sekarang. Pilihannya,
memang harus ada 1 orang yang kita keluarkan. Yang lain, masa kerjanya sudah
lebih dari 1 tahun. R itu yang paling baru, jadi keputusan manajemen, sepengetahuan
dan persetujuan GM, kontraknya R ga akan kita perpanjang.”
Hmmm,
oke kalau itu keputusannya. Sesuai peraturan, 1 bulan sebelum jangka waktu
kontrak berakhir, perusahaan harus menyampaikan pada karyawannya. Tanggal 1
November yang lalu, si OM memanggil Ms.R dan menyampaikan hasil evaluasi. Plus,
keputusan untuk “memberhentikan” nya per 30 November nanti dengan alasan utama
“kinerjanya kurang bagus”. Tapi, dibalik keputusan dan semua alasan yang
dikemukakan oleh manajemen atas itu, aku masih bertanya-tanya, mungkinkah
alasannya hanya murni karena itu? Apakah ada faktor-faktor lain yang turut
mempengaruhinya?
Analisaku,
mungkinkah faktor “like or dislike” terjadi di sini? Faktanya jelas, Ibu GM ga
suka keponakannya (Mr.F) dekat dengan Ms.R. Sebagai seorang yang mempunyai
kedudukan di perusahaan, tentu Ibu GM berhak untuk mempekerjakan seseorang
dan/atau memberhentikan karyawannya. Terlepas dari apapun alasan yang
dikemukakan, semua menjadi mungkin sebab untuk “menutupi” maksud sebenarnya,
yaitu ‘memisahkan’ mereka berdua. Aku ga tau mengapa, benar atau ga, ini hanya
opiniku aja…
Nepotisme
dan “like or dislike” di dunia kerja memang ga objektif. Aku juga pernah
merasakannya. Aku pernah bekerja di perusahaan milik kakak sepupuku. Masuk ga
pakai tes dan interview. Tapi aku ga langsung menduduki jabatan atas, waktu itu
aku hanya staf biasa, staf editor. Awalnya memang terasa ga nyaman, dengan
hubungan “adik sepupunya bos”, aku sempat takut dimusuhi dan dianggap sebagai
mata-mata. Tapi syukurlah aku membuktikan bahwa aku layak untuk menduduki
posisi itu. Aku memang masuk berdasarkan nepotisme, tapi aku bukanlah orang
yang ga berkemampuan. Aku punya kapabilitas untuk bekerja dan mampu berkontribusi
positif ke perusahaan. Tapi dibalik itu, ada ga enaknya juga kerja di tempat
saudara. Walaupun teman-temannya baik, jadi ga bebas gitu rasanya.
Selain
nepotisme, banyak sekali contoh “like or dislike” di kantor. Setiap pindah
kerja, aku selalu nemu kasus seperti itu. Misalnya yang disukai atau dekat
dengan bos akan cepat naik pangkat dan/atau naik gaji, sedangkan yang ga
disukai atau dianggap mengancam otoritas bos akan ‘disingkirkan’ baik dengan
cara halus, misalnya dipindah ke divisi/cabang lain, atau dengan cara seperti yang
dialami Ms.R, yaitu diberhentikan. Melihat semua aspek yang terjadi di kasus
Mr.F dan Ms.R, aku berkesimpulan pasti ada unsur “like or dislike” itu,
walaupun mungkin sedikit sekali.
Gimanapun
juga, keputusan manajemen ga akan berubah. Ms.R tetap diberhentikan dan entah
apa yang akan terjadi pada Mr.F beserta hubungan mereka berdua. Memang ga ada
yang bisa memungkiri terjadi peristiwa “jatuh cinta” dengan rekan kerja. Toh
selama keduanya masih single, ga
masalah kan? Lain lagi ceritanya kalau kedua insan yang terjerat “cinta lokasi”
itu memutuskan untuk menikah. Kebanyakan perusahaan ga memperbolehkan sesama
karyawan menikah, jadi akhirnya salah satu harus keluar. Kalau sudah gitu, penyelesaiannya
ya tergantung keputusan kedua belah pihak.
Lokasi
hanya akan memisahkan kedekatan raga, tapi siapa yang dapat menduga kedalaman
hati seseorang? Mungkin aja Mr.F dan Ms.R tetap memutuskan untuk bersama
walaupun salah satunya ga di kantor ini lagi. Masih banyak tempat di luar sana
yang bisa menjadi ajang mereka bertemu. Malah enak kan, kalau biasanya
‘pacaran’ di kantor serba canggung karena batasan rekan kerja, di luar sana
justru lebih bisa bebas. Hehehe… Jadi, untuk
sementara, ini yang bisa aku laporkan dari TKP tentang hal ini. To be continued…
Kalau mungkin ada
kejadian apa lagi, akan aku tuliskan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar