Sabtu, 20 September 2014

Emotional Day


Tuhan, hari ini emosional buatku...
Tapi aku tahu, Tuhan, bahwa aku harus ikhlas dan senantiasa mengucap syukur...
 
Aku sudah merasakannya sejak awal, September adalah bulan yang mengaduk perasaan, sehingga sebelumnya kutuangkan dalam tulisan ”Seharusnya 13 Hari Lagi”.
Hari ini, seharusnya hari terpenting dalam hidupku, dimana aku akan memulai hidup baru...
Hari ini, seharusnya aku menikah dengannya, sesuai cita-cita kami sejak beberapa tahun lalu...
Hari ini, seharusnya aku dan dia saling berhadapan di depan altar, mengucapkan janji setia hingga maut memisahkan...
Malam ini, seharusnya kami berdua berbagi bahagia bersama sahabat dan kerabat dalam sebuah pesta sederhana...
Mulai malam ini, seharusnya kami sudah bersama-sama seterusnya...
But it's not "My Best Day Ever" anymore...

Aku tidak menyalahkan segala sesuatu yang membuat rencana ini urung terwujud. Satu hal yang paling kupercaya dalam hidup ini adalah waktu Tuhan. IA bekerja dengan caraNya sendiri. Seringkali hal yang aku rencanakan tidak berhasil karena belum sesuai dengan waktuNya. Tuhan merancang waktu yang tepat, tidak terlalu awal, tidak pula terlambat. Aku hanya butuh bersabar dan terus menaruh harapan kepada Tuhan, maka hasilnya akan kelihatan, segalanya akan menjadi indah pada akhirnya...

Memang masih terasa sayaaang sekali hari ini harus batal...
Tapi hanya dengan bersyukur, aku bisa melaluinya. Justru dibalik kegagalan sekarang, Tuhan bisa memberikan yang lebih baik lagi.
Tetap semangat dan tidak pernah menyerah untuk memperjuangkannya! ^___^
  

Minggu, 07 September 2014

Seharusnya 13 Hari Lagi



Hari ini, 7 September 2014, merupakan hari yang membahagiakan bagi sahabatku, Mahar Mardhana Putra. Seperti yang sudah pernah aku tulis di blog sebelumnya “It’s Our New Start”, akhirnya perjalanan cinta itu mendapatkan hasil yang indah. Telah diresmikan sebagai pasangan suami-istri pada tanggal 23 Agustus lalu di Gereja Katolik Sakramen Maha Kudus Surabaya, hari ini Mahar dan Elisa melangsungkan resepsi pernikahannya. Sebagai sahabatnya, aku turut bahagia, sekaligus berdoa semoga kisahku juga happy ending sebagaimana milik mereka yang begitu menginspirasiku.

Bulan September…
Sebagian orang mengidentikkannya dengan “September Ceria”, sebuah lagu lawas milik penyanyi Vina Panduwinata. Lagu yang manis. Ya, aku pun sangat menyukai bulan September, bulan yang mempunyai sejuta makna, khususnya bagi kehidupan cinta.

Aku dan Vian jadian di bulan September, beberapa tahun yang lalu. Proses pacaran kami mengalami jalan yang berliku karena tidak disetujui oleh keluargaku. Walaupun begitu, kami berdua sangat serius dan telah merenda impian untuk melangkah ke jenjang berikutnya. Tanggal 20 September 2014 kami pilih sebagai tanggal dimana kami akan mengucapkan janji suci pernikahan di depan altar. ”My Best Day Ever!” aku sudah memasang reminder itu di kalenderku.

Seharusnya 13 hari lagi...
Benar, tanggal 20 September 2014 tinggal 13 hari lagi. Seharusnya aku antusias menyambutnya, tapi ternyata tidak. Memasuki bulan September ini, hatiku bukannya ceria, malah pedih sekali kalau mengingatnya... Apa yang terjadi membuatku harus sedikit bersabar mencapai kebahagiaan itu.
Januari lalu, Papiku dipanggil oleh Tuhan (blog: ”In Memoriam Papiku Tersayang") Hatiku hancur. Papi adalah orang yang menyetujui hubunganku dengan Vian. Papi adalah harapanku, di saat Mami dan kebanyakan saudara menolak keberadaan Vian sebagai pasanganku. Aku dan Vian tau bahwa kami tidak boleh mengandalkan Papi saja untuk menjadi perantara restu dari mereka untuk kami. Akhirnya kami memang harus berjuang sendiri. Tapi aku yakin dan percaya, ada tujuan Tuhan di balik setiap peristiwa. Papi sudah tenang disana bersama-Nya, sementara itu, aku dan Vian harus mempersiapkan diri lebih baik lagi.

Masih teringat jelas ketika aku dan Vian merancang tanggal 20 September 2014 sebagai hari bahagia. Sejak saat itu, pikiran kami fokus bagaimana membuat harapan itu menjadi nyata. Tapi justru ketika awal tahun ini tiba, yaitu awal tahun yang membuatku semangat untuk melakukan berbagai persiapan, segalanya berubah. Rencana yang telah lama kami idamkan itu buyar, tapi bukan berarti batal. Tak apa kebahagiaan kami tertunda, demi kebahagiaan Papi di surga. Harus ikhlas.

Re-schedule, itulah yang kami lakukan setelah kepergian Papi. Tahun depan, tetap di tanggal yang sama. Tentu saja di tanggal yang sama, karena kami suka sekali tanggal itu. Dua puluh September jika ditulis menggunakan angka menjadi 20-09, bisa diartikan sebagai tahun dimana kami bertemu. Jadi, 2009-2015, maknanya adalah tahun-tahun dimana kami berdua bersama, mulai dari bertemu hingga akhirnya menikah.

Ya sudahlah, sekali lagi: harus ikhlas. Tuhan akan mengganti dengan yang lebih indah nantinya. Walaupun pedih karena batal di tahun ini, setidaknya kami masih punya waktu. Banyak hal yang bisa didapat dan dipersiapkan ulang selama satu tahun ini. Beberapa hari lalu, Mamiku sempat bilang, ”Kalau Vian memang jodohmu, nanti ya pasti jadi.” Tuhan, aku seneng banget dengernya! Sepertinya tangan Tuhan mulai bekerja dalam hati Mami. Mungkin belum terlalu kelihatan, tapi mending karena Mami sudah mulai mengakui kalau jodoh pasti jadi, daripada ditentukan siapa yang akan jadi jodohku. Segala sesuatu yang layak diperjuangkan, termasuk perjuanganku bersama pasangan, akan diperhitungkan nantinya.
  
Kasih...
Kau singkap tirai kabut di hatiku
Kau isi harapan baru untuk menyongsong
harapan bersama 
September ceria.. September ceria..
September ceria.. September ceria..
Milik kita bersama...


Seharusnya 13 + 365 hari lagi... 
Ya Tuhan, kumohon, tahun depan jangan batal lagi, ya!!!