Jam masih
menunjukkan pukul 5 pagi, tapi kami berenam sudah duduk di ruang tunggu
keberangkatan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta. Hari itu, 27
Desember 2014, kami akan liburan menuju Kepulauan Belitung. Yeaayy! Jam 6.50,
pesawat dengan nomor penerbangan GA 282 mengangkasa membawa kami menuju ke Tanjung
Pandan, jantung kota di Kepulauan Belitung. And
the journey begin…
Jarak tempuh
Jakarta-Tanjung Pandan hanya 45 menit. Perasaan baru duduk, eh udah nyampe aja.
Hujan deras tercurah dari langit saat pesawat landing. Sempat bertanya-tanya, mengapa semua penumpang harus
menunggu lama saat hendak turun dari pesawat. Ternyata, bandara disana ga punya
”belalai gajah” atau bus yang biasa menghubungkan pesawat dengan terminal,
sebagaimana yang ada di bandara-bandara besar. Alhasil, kami harus berpayung
ria saat turun dari pesawat dan berjalan kaki menuju dalam bandara. Wow,
pengalaman baru!
”Welcome To
Belitong, Negeri Laskar Pelangi” tulisan yang terpampang di billboard depan Bandara H.A.S.
Hanandjoeddin menyambut setiap wisatawan yang datang. Mobil A***za putih datang
mendekat, segera si sopir turun dan memperkenalkan diri. Kami sudah menyewa
mobil plus sopir yang akan kami andalkan selama berwisata di Belitung. Dengan
biaya Rp 600 ribu sudah termasuk bensin, si sopir yang merupakan warga asli
Belitung tersebut akan merangkap tour
guide kami selama 10 jam per hari.
Setelah mendapatkan
kamar di Hotel Grand Hatika, perjalanan kami mulai dengan mencari makanan khas
Belitung. Atas saran si tour guide,
kami menuju ke Mie Belitung Atep, di
Jalan Sriwijaya. Makanan satu ini tersohor di seantero Belitung, hingga ke
seluruh Indonesia kayaknya. Foto-foto si pemilik bersama tokoh-tokoh hingga
selebritis tanah air yang berkunjung kesana berderet rapi di dinding rumah
makan yang ga terlalu besar itu.
Rame sekali pagi
itu! Orang-orang yang ingin menikmati kelezatannya sampai mengantri untuk bisa
duduk. Beruntung kami cepat mendapatkan tempat dan ga lama kemudian, sepiring
mie sudah tersaji di depan kami masing-masing. Mie, ketimun yang dipotong
kotak-kotak kecil, tauge, potongan tahu, irisan kentang, udang, emping,
disertai kuah kental berasa nano-nano (asin-manis-kecut), itulah isi Mie Atep.
Rasanya lumayan, tapi porsinya terlalu sedikit. Minumnya, cobalah es jeruk kunci, jeruk yang mirip jeruk
nipis tapi lebih kecil, rasanya juga mirip jeruk nipis. Enak dan segar. Rp 13
ribu untuk seporsi mie dan Rp 5 ribu untuk segelas es jeruk, lumayan untuk
pengganjal perut.
![]() |
Mie yang bikin penasaran |
Karena masih
lapar, kami wisata kuliner lagi. Kali ini di ”Green Resto”, kami mencoba yang
khas juga di Belitung, yaitu olahan ikan berkuah kuning dengan rasa asam pedas.
Namanya Gangan Ikan Ketarap. Dari
warna kuning kuahnya, sekilas mirip gulai, tapi ini ga bersantan, jadi semacam
sup. Segar. Ikan yang dipakai bisa ikan ketarap, kakap merah, atau ikan
kembung. Selain itu, juga ada Ayam Bakar
Ketumbar yang bercita rasa manis gurih dengan aroma bakar sedap. Kami juga
pesan Ayam Goreng Kalasan, kalau yang ini udah biasa, ada banyak di Jawa. Cukup
lama makanan-makanan itu tersaji di depan kami. Saat hendak membayar, ternyata
harganya cukup ”wow”: Rp 150 ribu per kilo untuk Gangan Ikan-nya, Rp 30 ribu
untuk Ayam Bakar Ketumbar, dan Ayam Goreng Kalasan-nya Rp 18 ribu per potong. Masaknya
susah mungkin ya... It’s okay lah, rasanya ga mengecewakan kok, enak.
Selesai kuliner
siang itu, kami dibawa mengunjungi rumah adat Belitung. Rumah panggung yang
memang khusus dibuat untuk pariwisata itu berisi bermacam-macam kebudayaan
Belitung seperti cerita dan foto-foto sejarah Belitung, patung manusia yang
memakai pakaian adat, pakaian pengantin budaya Belitung, hingga berbagai
seserahan dan perlengkapan yang diperlukan saat pernikahan semuanya ada,
disertai label-label nama jadi wisatawan bisa mengerti maknanya.
![]() |
Salah satu sudut dalam rumah adat Belitung, seserahan yang dipakai dalam pernikahan |
Belitung dijuluki
Negeri Laskar Pelangi, diambil dari judul novel laris karya Andrea Hirata,
putra asli Belitung yang menceritakan pengalaman masa kecilnya. Setelah sukses
difilmkan dan mendapat berbagai apresiasi dari seluruh dunia, pamor Belitung
pun turut terangkat. Film ”Laskar Pelangi” banyak mengekspos keindahan pulau
ini, terutama pantai-pantainya, wisatawan jadi berbondong-bondong datang kesana.
Salah satu wisata utama andalan Belitung terdapat di Gantung, daerah Belitung
Timur, apalagi kalau bukan SD
Muhammadiyah. Sekitar 1 jam perjalanan dari Tanjung Pandan, sampailah di sekolah
yang menjadi setting utama kehidupan si Laskar Pelangi. Bangunannya masih asli,
berdinding kayu dengan cat putih-biru yang sudah pudar dan bangku-bangku yang
sudah berlubang di sana-sini tapi masih kokoh diduduki.
![]() |
Anggota Laskar Pelangi masa kini *kakakku* |
”Jauh-jauh kesini
untuk lihat sekolah mau ambruk,” komentar salah satu anggota rombongan kami
saat melihat kondisi sekolah. Hehehe... Lho, sekolah
itulah yang turut ’membentuk’ pribadi Andrea Hirata hingga kini menjadi penulis
hebat dan berpengaruh di dunia berkat karyanya itu. Sungguh aku sangat
bersyukur karena bisa melihat langsung kondisi sekolah itu.
Masih di Gantung,
ga jauh dari lokasi SD Muhammadiyah, terdapat Museum Kata Andrea Hirata. Di
”museum kata pertama di Indonesia” yang berdiri sejak 2010 tersebut terdapat
semua hal tentang Andrea Hirata dan novel-novelnya yang lain, ga cuma Laskar
Pelangi. Ada Ruang Ikal, Ruang Lintang, dan banyak lagi.
Cuplikan-cuplikan film ditampilkan dalam foto-foto besar, begitu pula
kutipan-kutipan dalam novelnya. Ada juga ruang baca dengan jendela-jendela
besar berwarna-warni. Yang menarik, di dalamnya ada kedai sederhana bernama ”Kopi Kuli”, disana pengunjung bisa
meminum kopi hitam dalam cangkir kecil, seharga Rp 5 ribu per cangkir. Sebagai
kenang-kenangan untuk handai taulan, disediakan kartu pos bergambar Museum
Kata. Kita tinggal menulis alamat tujuan dan pesan/kesan, lalu
membayar Rp 10 ribu. Petugas Museum Kata yang akan mengirimkan ke alamat tujuan,
jadi kartu pos dikirim langsung dari Belitung, kira-kira bisa sampai dalam 2
minggu. Menarik banget, ya!
![]() |
Museum Kata Andrea Hirata, tampak depan |
![]() | |||
I love this quote! |
![]() |
Ruang baca di dalam Museum Kata Andrea Hirata |
Eh, mau coba
wisata yang ”ga populer” di Belitung? Berawal dari rasa penasaran ingin melihat
rumah sang Mantan Bupati Belitung Timur, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kami
meminta tour guide mengantarkan
kesana. Ternyata sampai disana, ada open
house oleh si empunya rumah. Bupati Belitung Timur sekarang yang tak lain
adalah adiknya Ahok, Basuri Tjahaja Purnama, mempersilakan tamu yang datang
untuk masuk ke rumahnya. Bahkan, beliau menyuguhi para tamunya dengan minuman
kaleng, permen, dan kue-kue. ”Silahkan ambil,” katanya ramah. Ga perlu disuruh
2x, kami langsung ambil minumannya. Hahaha...
Cukup banyak
pengunjung yang datang dan masuk, termasuk kami yang langsung ga melewatkan kesempatan
untuk foto-foto di ruang tamu dan luar rumahnya. Tapi sayang ga bisa foto
dengan Pak Bupati, karena beliau sedang menerima tamu penting.
![]() |
Foto di dalam rumah Ahok |
Rumah pribadi Pak
Bupati yang sekaligus merupakan rumah dinas itu cukup luas. Walaupun banyak security dan CCTV, pengamanan terhadap
tamu ga terlalu ketat. Kami ga harus melewati pemeriksaan keamanan atau
meninggalkan KTP, jadi bebas berkeliling di halamannya. Di samping rumah tapi
masih satu area rumah Bupati, terdapat sanggar batik. Ternyata istri dan anak
Pak Bupati yang mengelola. Tampak salah satu anak Pak Bupati sedang membuat
batik cap. Proses membuat batik tersebut langsung mendapat atensi dari para
tamu. Selain itu, disana juga menjual berbagai jenis kain batik home made. Rasa penasaran sudah terjawab,
kami pulang dari rumah Pak Bupati.
Sebagai sebuah
pulau, Belitung terkenal akan keindahan pantainya. Pantai di Belitung sangat
banyak dan semuanya indah! Di daerah Manggar
(masih Belitung Timur), Pantai Serdang
adalah salah satunya. Pantainya bersih dan berjejer perahu-perahu tradisional
yang bagus dijadikan objek foto. Selanjutnya, Pantai Nyiur Melambai ga kalah bagus. Ah, satu daerah aja pantainya
segitu banyak.
Selain pantai,
ternyata juga ada perbukitan, lho! Tour guide membawa
kami ke Bukit Samak. Hawanya dingin
khas bukit, tapi sayang ga ada hal yang menarik disana. Cuma ada warung-warung yang menjual makanan-minuman hangat.
Oya, Manggar
terkenal akan kopi. Disana, banyak warung kopi dengan menu andalan ya kopi
Manggar itu sendiri. Dijual juga bubuk kopi yang sudah dikemas dalam
plastik-plastik berbagai ukuran sehingga dapat dibawa pulang untuk buah tangan.
![]() |
Deretan perahu tradisional di Pantai Serdang |
Hari pertama di
Belitung, kami sudah mengunjungi banyak tempat. Sooo excited! Hari-hari berikutnya, agenda kami adalah mengunjungi
pantai-pantai dan mencoba wisata laut yang ditawarkan.
Hari kedua, 28
Desember 2014.
Pagi hari setelah
breakfast di hotel, kami siap-siap check out dulu untuk pindah ke Hotel
Aston. Setelah semuanya beres, dari Hotel Aston, kami menuju ke Pulau Lengkuas. Untuk menuju ke pulau
itu, harus menyewa perahu boat dari
tepi Pantai Tanjung Kelayang,
tarifnya sekitar Rp 500 ribu, tergantung tawar-menawar dengan tukang perahu. Jangan
lupa sewa pelampung juga (Rp 20 ribu/orang), untuk keselamatan. Disana juga
menyewakan alat snorkeling seharga Rp
50 ribu/buah, tapi kami sudah bawa snorkel
sendiri.
Dalam perjalanan
kesana, kami sempat dibuat ngeri karena ombak sangat tinggi! Perahu kami melaju
menerjang ombak, terombang-ambing seakan mau terbalik. Mendebarkan sampai
teriak-teriak, tapi seru banget! Hahaha...
Yang mencolok
dari Pulau Lengkuas adalah mercusuar
ini. Menjulang tinggi diantara pepohonan kelapa, pengunjung dapat melihat
pemandangan seluruh pantai dan laut dari puncaknya. Memasuki mercusuar,
pengunjung dikenai tarif Rp 5 ribu/orang. Untuk sampai ke puncaknya, perlu usaha
menapaki 18 tingkat dengan 17-18 anak tangga tiap tingkatnya. Total 313 anak
tangga, cukup membuat napas ngos-ngosan,
tapi terbayar puas saat sudah di atas. Luar biasa!!! Bagus banget!!!
![]() | ||||
View dari atas mercusuar. Amazing! |
![]() |
Batu-batu granit besar, ciri khas pantai-pantai di Belitung |
Lama-lama ngeri
juga berdiri di ketinggian begitu, akhirnya kami kembali ke pantai. Di
tengah-tengah keasyikan main dan foto-foto di pantai, kami dikejutkan oleh
kabar pesawat Air Asia QZ 8501 tujuan Surabaya-Singapura yang hilang kontak dan
diperkirakan jatuh di sekitar Belitung. Ya, hari itu,
kami sedang berada di Belitung dan ga melihat ada tanda-tanda pesawat jatuh
disana...
Tapi kabar itu ga
mengurangi keasyikan kami untuk terus mengeksplorasi Belitung. Setelah puas snorkeling di perairan Pulau Lengkuas,
perahu boat mengantar kami mengarungi
berbagai pulau lain di sekitar sana, antara lain Pulau Kelayang, lalu ke Pulau
Batu Berlayar, dimana batu-batu besar berdiri tegak dengan formasi berjejer
seolah-olah ditancapkan disana. Gambar pulau ini, selain Mercusuar di Pulau
Lengkuas tadi, sering dijadikan gambar promosi Belitung.
Kemudian, Pulau Pasir tujuan berikutnya. Pulau
ini diberi sebutan Pulau Patrick karena banyak terdapat bintang laut. Dari awal
sebelum berangkat, kami dibuat terpesona oleh foto-foto yang memperlihatkan bahwa
bintang laut disana sangat bagus, juga bisa dipegang, makanya pengen banget kesana.
Tapi ternyata waktu itu air laut sedang pasang sehingga Pulau Pasir ga
terlihat. Pulau tersebut –beserta bintang lautnya– hanya bisa dilihat waktu air
laut surut, yaitu sekitar bulan April, kata tukang perahu yang kami sewa. Yaah,
sayang banget... L
Kembali ke Pantai
Tanjung Kelayang, kami bersih-bersih, ganti baju, lalu menyerbu warung makan.
Makan ikan panggang, cumi goreng, cah kangkung, serta sambal dan nasi hangat di
tepi pantai, diiringi angin sepoi-sepoi dan suara debur ombak, nikmaaatnya
dunia!! Sayang kurang komplit, ga ada es kelapa muda...
Petualangan
dilanjutkan. Kami tiba di Pantai Tanjung
Tinggi. Perhatian langsung tertuju pada batu marmer besar yang menuliskan
bahwa pantai tersebut merupakan lokasi syuting film Laskar Pelangi. Layaknya di
pantai-pantai sebelumnya, di Pantai Tanjung Tinggi terdapat batu-batu besar tapi
jauh lebih banyak dan acak tersebar. Keren! Kita pun bisa memanjat batu-batu
itu untuk mendapatkan view dari
tempat yang lebih tinggi. Menakjubkan! Melihat hal itu, aku jadi bertanya-tanya:
bagaimana batu-batu besar itu bisa ada disana? ’Siapa’ yang ’menempatkan’ batu-batu
itu jadi susunan yang indah dipandang mata? Ya memang pertanyaan retoris,
pertanyaan yang ga perlu dijawab...
Sepulang dari
sana, si tour guide mengajak kami ke Kampung Dedaun, ga terlalu jauh dari
Pantai Tanjung Tinggi. Sebuah tempat makan, tapi juga dekat dengan pantai dan ada
fasilitas yang disewakan untuk tamu seperti kayak (Rp 40 ribu) dan sepeda (Rp
20 ribu). Yang ini pantainya beda; ga ada batu-batu besar, tetapi sebuah pantai
yang panjang dengan pasir putih, ombak tenang, dan ga terlalu rame wisatawan. What a long white private beach! Di tepi
pantai, ada kursi-kursi malas untuk bersantai. Kami berjalan sepanjang pantai
sambil mengumpulkan kulit kerang dan foto-foto berlatar pemandangan langit dan laut
biru. Perfect!
![]() |
"Our" Private Beach |
![]() |
From Belitung With Love |
Hari kedua kami
tutup dengan makan di Jimbaran Resto.
Nama yang dibuat mirip nuansa Bali, gerbang depannya juga mirip pura di Bali,
tapi ga ada fresh seafood disini.
Tempatnya lebih mirip food court
dengan berbagai tenant yang bisa
dipilih. Kami mencoba salah satu tempat yang menyajikan otak-otak bakar dan
goreng, kekian, serta kepiting isi. Harganya sekitar Rp 6-12 ribuan per potong.
Ga ada yang istimewa, tapi cukup menjawab rasa ingin tahu saja.
Ketika sudah
sampai di hotel, kami langsung memelototi televisi untuk mendapatkan kabar
tentang pesawat Air Asia yang hilang kontak tersebut....
Hari ketiga, 29
Desember 2014
Nyamm... Breakfast di Hotel Aston enak-enak
semua! Setelah kenyang, jadi semangat untuk memulai hari.
Oiya, belum
mengenalkan si tour guide ramah yang
setia menemani sejak hari pertama. Namanya Teguh. Oke, cukup itu saja
perkenalannya.
Jam 9 pagi itu, Mas
Teguh mengendarai mobil menuju ke Membalong. Sekitar 70 km dari Tanjung Pandan,
kemana lagi kami? Pantai lah!
Pantai Membalong, oh my God, pantai ini ga kalah
keren! Seperti biasa, banyak batu granit besar yang agaknya sudah menjadi ciri
khas pantai-pantai di Belitung. Dari atas ketinggian, di batu yang kami pijak,
sejauh mata memandang adalah hamparan laut dan langit biru cerah berawan putih
lembut yang berpadu dengan hijaunya pepohonan di kejauhan. Walaupun udara cukup
panas, tapi sejuk banget di mata... Sekali lagi, ga ada tanda-tanda pesawat
jatuh disana. Hehehe...#ngarep banget nemuin puing-puingnya.
![]() |
Salah satu view menarik Pantai Membalong |
Pemandangan alam
Belitung yang luar biasa itu sayang banget kalau ga diabadikan. Maka, sejak
hari pertama, ’tongsis’ dan ’gopro’ selalu menjadi alat bantu membidik
momen-momen kebersamaan dan kenarsisan kami berenam. Pun saat matahari sudah
bersinar terik di atas kepala, baru kami ’turun’ dari atas batu besar,
menyudahi aktivitas berfoto, dan kembali ke pantai untuk ’berburu’ makanan enak
lainnya.
Di tepi Pantai
Membalong, ada yang menjual fresh seafood.
Nah, ini yang ga ditemui di pantai-pantai sebelumnya.
Disana kami bisa melihat para nelayan yang mengumpulkan hasil tangkapan, lalu
ada juga yang memasak menggunakan tungku kayu bakar. Pokoknya kehidupan khas
tepi laut, deh! Sebelum makan, kami bebas memilih seafood yang akan dimasak. Pilihan kami jatuh pada ikan yang
dibakar dengan bumbu (entah bumbu apa, judulnya ikan bakar berbumbu, gitu),
lalu udang goreng tepung (yang kriuk enak sampai nambah lagi), udang bakar, dan
ketam (kepiting) rebus. Sudah pasti pakai nasi hangat dan cah kangkung. Naah,
kali ini acara makannya komplit tenan, karena ada es kelapa muda! Wow, mak nyuuss
pemirsa...
![]() |
Pesan dari Pantai Membalong |
Ada lagi yang
unik. Ketika ada hasrat ingin buang air kecil, toilet yang ditunjukkan oleh
penduduk lokal membuat geleng-geleng kepala. Di bawah pohon, didirikan dari
kayu-kayu yang tegak membentuk bilik kecil, ga ada pintu, atasnya juga ga
tertutup, hanya ditutup oleh terpal di sekelilingnya. Luarnya udah bikin heran,
dalamnya apalagi. Ga ada kloset, cuma papan-papan kira-kira setinggi 5 cm dari
tanah yang di bawahnya ada daun-daunannya. Ga ada air pula! Ya ampun... Inilah
toilet ala Laskar Pelangi. Mau ga mau, terpaksa pipis di atas daun. Hehehe...
Dari Pantai
Membalong, selanjutnya kami menuju ke Batu
Mentas Eco Lodge, yaitu sebuah kawasan pelestarian hewan Tarsius. Dengan
membayar Rp 10 ribu/orang, kita bisa melihat primata terkecil di dunia yang
bermata bulat besar itu. Disana juga ada sungai yang airnya dingin dan jernih
sekali. Dikelilingi oleh pepohonan besar, sungai dangkal itu sangat asri. Ga
banyak yang kami lakukan disana selain main air di sungai, mungkin suatu saat
kalau kesana lagi bisa meneliti lebih banyak tentang tempat itu.
Lalu, dalam
perjalanan pulang, di kiri-kanan jalan sekitar Batu Mentas itu terdapat ladang
lada milik penduduk. Belitung memang terkenal akan hasil alamnya berupa
lada/merica.
Bercerita tentang
keadaan kota-kota di sepanjang jalan yang kami lewati saat menuju ke tempat
wisata, rumah-rumah penduduk Belitung khas berbentuk panggung dan jarak antara
satu rumah dengan rumah lain cukup jauh. Lahannya luas. Suasananya masih ga
terlalu rame dan asri dengan rimbunnya popohonan, tapi kondisi jalan disana
sudah beraspal dan mulus semua. Di satu daerah ada yang menanam kelapa sawit,
di daerah lain didominasi oleh ladang lada, dan sebagainya. Banyak juga variasi
perkebunannya.
Selain lada,
sumber daya alam Kepulauan belitung lainnya adalah timah. Sejak dulu Belitung
terkenal sebagai penghasil timah.
Di pusat kota, ada
supermarket, toko-toko yang menjual berbagai keperluan, restoran, pedagang kaki
lima, gerai makanan fast food, dan
berbagai tempat umum sebagaimana layaknya kota. Hotel-hotel juga terus bermunculan seiring dengan meningkatnya pariwisata
disana.
Melancong ke
sebuah tempat tak lengkap rasanya jika ga mengunjungi sentra oleh-oleh. Di
pusat kota Tanjung Pandan, ada banyak toko souvenir yang menjual berbagai
pernak-pernik khas Belitung untuk diberikan kepada kerabat di tempat asal atau
untuk diri sendiri. Kaos bergambar Laskar Pelangi atau pemandangan
pantai-pantai tersedia lengkap pilihan warna, model, dan ukurannya. Jika ga mau
repot, gantungan kunci, bolpoin berukir, atau hiasan-hiasan dari kerang dan
terumbu karang yang diberi lukisan tangan itu ga kalah cantik, ringkas pula
dimasukkan dalam tas. Aneka cemilan seperti keripik dan kue-kue juga tersedia
disana. Jangan kuatir menjadi remuk karena disana bisa mengepak keripik pilihan
kita dalam kardus yang disegel dan diberi pegangan, jadi tinggal tenteng saja. Mau
yang ekstrem? Disana juga berderet jam dinding dan lukisan-lukisan cat minyak
dalam kanvas, semuanya menampilkan keunikan Belitung. Tapi untuk yang satu ini,
entah bagaimana kita bisa membawanya sendiri. Mungkin harus dikirim via paket
dan tentunya menambah ongkos kirim. Yang paling menarik
perhatianku adalah ada bintang laut asli yang dikeringkan. Sebenarnya kasihan kenapa
si Patrick itu dikeringkan, jadi ingat adegan di film ”Spongebob Squarepants
The Movie” dimana Spongebob dan Patrick ditangkap dari laut lalu ditaruh
dibawah sinar lampu untuk dikeringkan menjadi souvenir. Tapi lucu sih! Akhirnya
aku beli satu Patrick, tanpa Spongebob, soalnya ga ada disana. Hehehe...
Kalau semua jenis
souvenir itu dianggap terlalu mainstream,
pilihlah yang satu ini: batu satam. Oleh-oleh kok batu??? Ini batu bukan
sembarang batu.
Batu ini berwarna
hitam dan memiliki urat-urat yang khas. Batu Satam termasuk kedalam
batuan langka, terbentuk dari hasil proses alam atas reaksi tabrakan meteor dengan lapisan bumi yang mengandung
timah tinggi jutaan tahun lalu. Serpihan
batu meteor itu tersebar ke seluruh pelosok dunia seperti Australia, Cekoslovakia, Arab, dan di Indonesia tepatnya di Pulau
Belitung. Saat jatuh diatas
tanah Pulau Belitung, meteor ini bereaksi dengan kandungan timah yang sangat banyak yang terdapat disana,
sehingga membentuk batu hitam yang kemudian dinamakan Batu Satam. Karena
proses inilah Batu Satam hanya terdapat di Indonesia dan menjadi batuan
langka yang diburu para kolektor batu di seluruh dunia. Di Belitung sendiri, batu
satam ini dijadikan sebagai ikon dari ibukota Belitung yaitu Tanjung Pandan (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_Satam).
Nah, sekarang
jelas kan kalau batu inilah yang ”Belitung sebenarnya”. Untuk mendapatkannya ga
perlu mencari di pinggir jalan atau ladang timah, karena di toko souvenir sudah
ada. Batunya hitam kecil-kecil mirip kerikil, diwadahi dalam botol-botol kaca kira-kira
setinggi 5 cm (ya, kecil banget!), dan diatasnya diberi gantungan jadi bisa
dipakai sebagai gantungan kunci. Harganya sekitar Rp 20 ribu per botol. Mahal
atau murah? Batu langka, lho... Mungkin suatu saat bisa populer menyaingi batu
akik...
Jadi yang mana
oleh-oleh pilihanmu?
Hari keempat, 30
Desember 2014
Yaah, bolang ke Belitung harus disudahi hari
ini.
Puas-puasin dulu menikmati
breakfast sambil nongkrong dan
foto-foto di Hotel Aston sebelum akhirnya packing
dan harus check out. Mobil I***va
milik Hotel Aston mengantar kami ke Bandara H.A.S. Hanandjoeddin. Malam
sebelumnya, kami sudah berpamitan dan mengucapkan banyak terima kasih pada Mas
Teguh yang sudah membawa kami melihat keindahan tempat asalnya.
Lagi, kami harus
berjalan kaki dari gedung bandara menuju ke pesawat di landasan pacunya. Kami
semua sadar akan momen bagus ini, kapan lagi bisa foto dengan latar belakang
pesawat dan landasan pacu. Jam 12.20, kami kembali terbang menuju Jakarta, dan
tiba dengan selamat jam 14.40.
![]() |
Good bye, Belitung! See you again! |
Overall, Belitung sama sekali
tidak mengecewakan! Memang masih kurang waktu untuk menjelajahi seluruh tempat.
Beruntungnya kami karena walaupun berangkat di bulan Desember yang notabene
musim hujan, tapi selama disana cuaca sangat bersahabat. Hujan hanya ketika
tiba disana, selanjutnya cuaca cerah bahkan cenderung panas. Well, bukankah itu yang dicari dari
wisata ke pantai?
Sedikit tips jika
hendak plesir ke Belitung, pesanlah kamar hotel dan transportasi selama disana
(bisa menyewa mobil plus sopirnya seperti kami) jauh-jauh hari, karena Belitung
ga hanya ramai pada peak season atau
hari-hari tertentu saja. Banyak rombongan tur, jadi untuk memastikan Anda ga
kehabisan tempat. Pilihan hotel pun beragam, mulai dari kelas melati hingga
yang berbintang. Carilah info untuk menentukan yang paling sesuai dengan
kemampuan.
Transportasi umum
di Belitung sangat langka, kebanyakan penduduk lebih suka menggunakan motor
pribadinya. Jika datang berombongan, rental mobil adalah pilihannya. Walaupun
harus mengeluarkan kocek cukup banyak, tapi bisa urunan. Sepertinya hal ini
kurang bersahabat dengan para backpacker.
Jadi jika budget terbatas, bisa naik ojek atau sewa motor, berarti harus
bekerjasama dengan penduduk lokal. Jangan lupa tawar-menawar harga dengan si
tukang ojek berapa tarif yang harus dibayar untuk berwisata seharian. Rental
mobil pun ga banyak. Berdasarkan pengalaman, kami harus ’berebut’ dengan wisatawan
lain untuk mendapat rental yang menawarkan harga terbaik. Jadi lebih baik
langsung tentukan di awal, mau menyewa berapa hari. Alangkah baiknya sekaligus
dengan pemandu wisata seperti Mas Teguh itu. Selain tau jalan dan spot-spot
wisata menarik, seorang pemandu juga bisa menjelaskan sejarah di balik tempat
tersebut. Dari Mas Teguh pula, kami jadi tau cerita tentang hewan Tarsius,
ladang lada, dan batu satam, plus tempat makan yang enak di pusat kota.
Siapkan
perbekalan yang cukup, termasuk obat-obatan, terutama ketika menaiki kapal
motor untuk berkeliling ke pulau-pulau dan pantai-pantai. Banyak aktivitas
bahari menyebabkan cepat lelah, haus, dan lapar, apalagi sangat mungkin
terserang mabuk laut. Jangan harap bisa menemukan warung yang menjual
makanan/minuman di tengah laut atau di setiap pulau yang dikunjungi. Di tepi
pantai ada, tapi jika ga menemukan yang sesuai dengan selera dan harganya
terlalu mahal (sangat mungkin), maka bisa memakan bekal sendiri.
Waktu terbaik
untuk mengunjungi Belitung adalah ketika musim panas, sekitar bulan April
sampai Juni. Saat itulah pantai dan laut berada pada kondisi maksimal bagusnya:
cuaca cerah, langit biru, dan ombak laut yang tenang. Tapi, saat akhir tahun
seperti yang kami alami pun bisa, hanya dibayangi oleh resiko turun hujan dan
ombak tinggi.
Aku berasal dari
Surabaya, dan saat ini belum ada rute penerbangan yang langsung
Surabaya-Tanjung Pandan. Jadi untuk sampai kesana, harus lewat Jakarta. Aku
kurang tau bagaimana dengan daerah lain khususnya di Jawa dan Indonesia Timur,
apakah ada yang bisa langsung mengakses Tanjung Pandan. Dengan demikian, tentu
ada biaya tambahan untuk tiketnya. Siapkan dan anggarkan budget dengan seksama,
agar ga harus memecahkan celengan sekembalinya dari sana.
Akhir kata,
Menarilah dan terus tertawa, tempat ini memang seindah
surga!
Bersyukurlah pada Yang Kuasa, cinta kita di dunia
selamanya...
(Laskar Pelangi ~
Nidji ; dengan sedikit gubahan)
Penyuka laut dan
pantai, Anda akan jatuh cinta pada tempat ini!
Aku akan kembali kesana, Negeri Laskar Pelangi,
suatu saat nanti!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar