Jumat, 23 Agustus 2013

Kecelakaan Menjadi Pengubah Semangat

Wolaa... Senang rasanya bisa nulis lagi. Setelah ada kejadian luar biasa dalam hidupku, yang membuatku vakum nulis selama lebih dari 3 bulan ini.
Semuanya berawal dari siang itu, hari Senin tanggal 29 April 2013. Jam 12-an, seperti biasa aku keluar kantor mau makan siang. Lagi santai-santainya mengendarai si motor, baru sekitar 5 menit jalan, tiba-tiba aku ga sadarkan diri. Ternyata, aku kecelakaan, ditabrak dari belakang oleh pengendara motor lain!

Saking kerasnya tabrakan, aku jatuh dan langsung pingsan di tempat. Menurut cerita orang-orang, aku segera ditolong lalu dilarikan ke rumah sakit terdekat, RSI Jemursari. Dahi benjol, telinga dan hidung keluar darah, serta ketidaksadaran itu membuat pihak rumah sakit memutuskan untuk CT-Scan.
Orang baik hati yang menolong aku segera menelpon Mamaku, pakai HP-ku. Karena Mamaku ada di Kediri, otomatis ga bisa langsung menemui aku. Jadi, Mamaku menelepon atasanku, Pak Henri. Begitu mendengar kabar itu, Pak Henri segera memberitahu rekanku, Mbak Tri, untuk mengurus semua keperluan di rumah sakit. Dengan bantuan beberapa teman juga, Pak Henri dan Mbak Tri mengunjungi aku di rumah sakit. Untungnya, hari itu pacarku sedang cuti, dan siang itu memang kami janjian untuk makan siang bareng. Begitu nelpon HP-ku dan yang menjawab orang lain, tahulah pacarku kalau aku kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit. Ia segera menuju rumah sakit.
                                    
Entah apa sebabnya, dari RSI Jemursari aku dirujuk ke RS St.Vincentius a Paulo (RKZ), dan langsung masuk ruang ICU. Kata orang-orang sih, aku sadar waktu dibawa ke RKZ dan bisa menjawab dengan benar waktu di-“tes” dengan pertanyaan: aku siapa? Ini siapa? Itu siapa?
Takutnya aku amnesia soalnya luka di kepala parah banget. Tapi kalau sekarang aku ditanya, “Kamu inget ga kejadian di RS waktu ditanya: ini siapa, itu siapa?” Jujur aku jawab: ga. Walaupun –katanya– aku melek, tapi kenyataannya aku antara sadar dan ga sadar.

Lima hari aku dirawat di ICU, dengan kondisi antara sadar dan ga sadar itu. Kadang kalau melek aku berpikir, ini dimana? Kenapa aku disini? Lalu aku pikir itu hanya mimpi. Tidur lagi. Tapi pas bangun lagi, kok aku masih disini? Ini dimana sih?
Aku juga bisa melihat siapa saja yang ada disana: pacarku, Mamaku, Papaku, bosku, beberapa temanku... Tapi aku heran, kenapa mereka ada di sini?
Lama-lama aku tahu  kalau aku di rumah sakit.

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan di RSI Jemursari dan RKZ, kata dokter aku mengalami pendarahan otak, gegar otak ringan, dan patah tulang selangka bagian kiri. Padahal waktu itu aku pakai helm SNI, di-klik, dan waktu jatuh –kata saksi mata– posisi helm masih melekat di kepala. Tapi bisa jadi pendarahan parah di otak gitu.
Sementara si penabrak? Cuma luka-luka ringan di kaki-tangannya.
Hadeh....
Aku baru benar-benar sadar kalau lagi di rumah sakit pada hari keenam, setelah dipindahkan dari ICU ke kamar rawat biasa. Saat itu pula aku diberi tahu kalau aku kecelakaan dengan kronologis begini:

Di jalan raya Jemursari, tepatnya di depan ruko yang ada Bank Ganesha (ruko apa sih itu namanya?) ada jembatan kecil yang menghubungkan antara 2 jalur jalan (karena 2 jalur jalan dipisahkan oleh sungai kecil). Dari arah kantorku, aku harus menyeberang jembatan itu untuk menuju ruas jalan sebaliknya. Setelah sukses menyeberang jembatan, aku harus menunggu kendaraan dari arah sebaliknya sedikit lengang, baru aku melaju, karena aku harus segera mengambil jalur kiri.
Nah, setelah arus kendaraan ga terlalu ramai, aku segera melaju dan mengambil jalur kiri. Aku sudah merasa benar ada di kiri. Pada saat itulah, motor CBR yang dikendarai orang itu menabrak aku dari belakang. Honda Beat vs Honda CBR, terpental-lah aku.
Menurut keterangan si penabrak, aku memotong jalannya dan ga menyalakan lampu sign kiri. Padahal aku yakin betul kalau aku sudah berada di jalur kiri, jadi buat apa menyalakan lampu sign kiri lagi?? Tapi si penabrak juga mengakui kalau dia lagi ngebut. Menurut beberapa saksi mata, kedua pihak sama-sama salahnya, aku terlalu cepat pindah jalur ke kiri, sedangkan si penabrak ngebut saat berada di jalur kiri.

Berada di rumah sakit merupakan masa dimana terbatasnya segala gerak tubuhku. Kepalaku pusing banget tiada henti, badanku sakit semua. Kondisiku benar-benar dipantau oleh dokter dan perawat. Tapi aku bersyukur ada simpati datang silih berganti, dari keluarga, teman-temanku, juga teman-teman Papa-Mamaku. Mereka menjenguk dan memberi kekuatan tersendiri buatku.

Untuk merawat tulangku yang patah, dokter memberikan 2 alternatif: pertama, dioperasi, yaitu dipasang plat dengan resiko nantinya harus operasi lagi untuk mengambil plat itu, atau yang kedua: ga dioperasi, tapi dipasang ransel ban untuk menyokong posisi tulang dan otomatis penyembuhannya jadi lebih lama. Opsi kedua muncul karena usia yang masih muda, jadi tubuh bisa membentuk jaringan  seperti “lem”-nya dan lama-lama tulang bisa nyambung sendiri. Setelah diskusi, Mamaku mengambil kesimpulan ga usah dioperasi. Pertimbangannya, kepalaku masih pusing-pusing terus, kalau operasi nanti menambah rasa sakitnya.
Setelah itu, barulah dokter tulang itu mengambil tindakan dengan memasangkan ransel ban di bahuku.

Sepuluh hari aku dirawat di rumah sakit. Selama itu pula aku ga merasakan hasrat untuk buang air, karena dipasang kateter. Hari kedelapan, aku diberi obat pencahar supaya bisa BAB. Bayangkan, 8 hari ga BAB blas! Hahaha...
Akhirnya, tanggal 8 Mei 2013 jam 3 sore, aku diperbolehkan keluar dari rumah sakit, lalu langsung menuju ke rumah di Kediri. Perawatan dilanjutkan di rumah. Aku harus totally bed rest! Rasanya luar biasa. Kepala masih pusing-pusing, tangan ga bisa gerak, makan-minum harus disuapi, mandi dimandiin, minum obat terus...

Dalam sehari, aku harus minum sekitar 6 macam obat, mulai dari obat saraf, obat tulang, obat sakit kepala, dsb. Ada yg minumnya 1x sehari, 2x sehari, atau 3x sehari. Totalnya sekitar 12 butir obat yang kutelan! Belum lagi ada obat tetes telinga dari dokter THT untuk menyembuhkan infeksi di telinga (karena sebelumnya sempat berdarah), juga obat Cina yang sudah terkenal sebagai obatnya saraf dan otak: Ankung. Asupan makanan juga harus dijaga. Pantangannya sih cuma makanan-minuman yang dingin-dingin, soalnya kan membuat tulang ngilu. Setiap hari aku minum susu high calcium, lalu sering diberi makan sup ceker ayam atau sup sumsum. Padahal aku ga suka ceker ayam! Tapi katanya ceker ayam dan sumsum itu mengandung kalsium yang cepat menyembuhkan dan memperkuat tulangku. Yaudah dimakan aja... Semuanya dilakukan demi cepat sembuh...

Selain minum obat, untuk membantu penyembuhan, aku juga mencoba pengobatan alternatif: sangkal putung. Terapisnya bisa dipanggil ke rumah. Seminggu 2-3 kali, aku diterapi dan lama-lama mulai merasakan perubahan berarti. Tangan yang semula kaku sudah bisa digerakkan sedikit-sedikit. Walaupun gitu, aku tetap pakai ransel ban dari dokter untuk mencegah tangan banyak bergerak yang bisa mempengaruhi posisi tulang.
  
Aku juga rutin kontrol ke dokter. Karena penyakitnya kompleks, aku sampai punya kartu member dari banyak dokter, seperti dokter tulang, dokter saraf, dokter THT, dsb, hehehe... Sebulan sekali, aku juga ke RKZ Surabaya untuk kontrol ke Dokter Joni (dokter bedah saraf) dan Dokter Stephanus (dokter tulang) yang menangani aku dulu.
Terapi sangkal putung terus dilanjutkan, minum obat secara teratur, ditambah dengan doa dan keyakinan akan sembuh, puji Tuhan keadaanku berangsur-angsur pulih. Kepala sudah ga sering pusing-pusing, badan yang terasa sakit mulai membaik, tangan yang kaku mulai bisa digerakkan lebih fleksibel.

Hampir satu bulan penuh bed rest, aku mulai bosan di rumah terus. Rasanya kangen kerja lagi, apalagi berat badan mulai bertambah. Iya lah, soalnya makan-tidur terus ga melakukan apa-apa. Baru kali ini sakit tapi tambah gemuk. Hehehe...
Menurut pemeriksaan dokter, yang dibuktikan dengan foto ronsen tanggal 20 Mei, kondisi tulangku sudah mulai terlihat nyambung, cuma belum kuat. Jadi tetap harus rutin minum obat, istirahat, ga boleh capek-capek dan mengangkat benda yang berat. Tapi dibalik sembuhnya pusing-pusing dan membaiknya kondisi tulang, ternyata penyakit lain muncul!

Mata.
Akhir bulan Mei, aku merasakan kondisi aneh terjadi di mataku. Waktu melihat, seolah muncul bayangan di samping objek aslinya. Mataku jadi ga fokus, semuanya terlihat kabur, bayang-bayang itu sangat mengganggu! Waduh, kenapa lagi ini?
Akhirnya tambah lagi satu kartu member dokter, yaitu dokter mata. Setelah diperiksa dan diberi tahu kalau baru kecelakaan, dokter mata yang sudah bergelar Profesor itu mengambil kesimpulan kalau gangguan pengelihatanku itu muncul karena adanya kerusakan saraf di kepala, yang berdampak bagi saraf mata pula. Jadi sarannya, sembuhkan dulu saraf yang ada di kepala. “Kalau dokter saraf menyatakan sarafnya sudah sembuh tapi matamu masih belum normal, baru saya bisa memberi tindakan pada mata,” begitu katanya.
Si dokter menyarankan latihan gerak bola mata ke kiri-kanan berulang-ulang, seperti penari Bali gitu. Haha... Dia juga meresepkan vitamin yang harus diteteskan di mata.

Atas saran dokter mata, aku kembali ke Dokter Joni di RKZ Surabaya. Diperiksa olehnya, Dokter Joni menjelaskan kalau saraf memang lama sembuhnya. Ibaratnya, sarafku ini lagi memar, soalnya baru terbentur. Tapi lama-lama bisa sembuh sendiri, dan mataku juga akan normal  kembali. Kemudian Dokter Joni meresepkan obat lagi.
Dua minggu berlalu, aku kembali ke dokter mata karena masih belum merasa perubahan berarti. Jawaban si dokter masih sama, “Dokter saraf bilang sarafnya sudah sembuh belum?”
“Belum, Dok. Katanya memang agak lama.”
“Yaudah, kamu tunggu aja sampai sembuh. Kamu latihan terus lirik kiri-kanan gitu. Ini lama-lama bisa sembuh sendiri kok. Saya sih bisa aja operasi kamu, membetulkan supaya ga muncul bayang-bayangnya lagi, tapi nanti kalau sarafnya sudah sembuh, trus malah matamu jadi ga fokus lagi, gimana?”
Oooh... Begitu ya... Aku manggut-manggut.
Berbekal keyakinan akan sembuh, aku teruskan pengobatan di dokter saraf.

Kondisi mata kabur itu aku alami selama lebih dari 2 minggu. Ternyata memang benar, mata adalah jendela dunia (eh, itu mata atau buku ya?)
Ga nyaman, ga bisa melihat dengan jelas. Ga boleh kelamaan nonton TV, ga boleh kelamaan lihat HP, karena fokus mataku ga boleh di satu tempat. Makanya mataku dilatih jadi kayak penari Bali.
Suatu hari aku menemukan satu pola, bahwa kalau mata ditutup satu, bayangannya berkurang dan lebih bisa fokus. Akhirnya supaya bisa melihat dengan lebih nyaman, aku dibuatkan tutup mata satu seperti bajak laut gitu! Hehehe... Tiap hari gantian, kadang mata kiri yang ditutup, besoknya mata kanan, begitu seterusnya.

Tuhan memang baik. Eh, suatu hari tiba-tiba mataku jadi bisa melihat dengan jelas lagi! *cling-cling-cling, mata berbinar-binar*
Pengelihatanku sudah kembali normal, bayang-bayangnya sudah ga ada. Semuanya jadi terlihat indah lagi. Terima kasih, Tuhan! Betul kata si dokter. Ga rugi Anda bergelar Profesor, hehehe ^_^Y
Mata sudah sembuh, saatnya kembali ke dokter saraf. Dokter Joni cuma mengajukan pertanyaan sederhana, “Masih pusing-pusing ga?”
“Udah ga, Dok.”
“Ada keluhan apa lagi?”
“Hmmm... Ga ada sih, Dok. Cuma tangannya ini yang masih sakit, tapi sudah bisa digerakin sedikit.”
“Yaudah, berarti sarafnya sudah sembuh. Kalau tulangnya memang perlu waktu  penyembuhan lebih lama. Obatnya masih ada?”
“Udah tinggal sedikit.”
“Ga usah diresepkan obat lagi, ya. Tinggal kontrol ke Dokter Stephanus. Kalau Dokter Stephanus sudah mbolehin masuk kerja, ya masuk kerja aja.”
“Oke, Dok.”
Karena Dokter Joni sudah menyatakan sarafnya sembuh, aku periksa ke Dokter Stephanus. Jawaban Dokter Stephanus juga sederhana, “Supaya tulangnya nyambung dengan kuat memang perlu waktu lama. Sementara 3 bulan ini jangan nyetir motor atau mobil dulu. Tunggu sampai bener-bener sembuh. Tangannya ini dilatih lurus ke atas, tapi jangan tinggi-tinggi ngangkatnya. Stop sampai 90 derajat sikunya gini. Nanti bertahap, latihan ngangkat tangan lurus ke atas. Trus jangan ngangkat yang berat-berat juga. Jangan makan-minum yang dingin-dingin.”
“Sudah boleh masuk kerja lagi belum, Dok?”
“Ya kalau kamu sudah merasa fit, ga pa-pa masuk. Asal tetep dijaga tangannya...”

Hore! Para dokter sudah menyatakan sembuh, walaupun belum 100%. Aku pun bersiap untuk masuk kerja lagi. Karena aku belum boleh nyetir motor sendiri, sementara kostku jaraknya 4 kilometer dari kantor dan ga dilewati kendaraan umum, mau ga mau aku harus pindah kost yang lebih dekat, supaya bisa jalan kaki atau naik angkutan umum.
Proses pindah kost memakan waktu yang cukup lama, juga penuh dengan emosi.
Dengan dibantu Mama dan Tanteku, kami mencari kost yang dekat dengan kantor. Pertimbangan lokasi, kelayakan dan kenyamanan kondisi kost, juga harganya, membuatku berpikir sangat keras untuk mengambil satu diantara beberapa tempat yang lolos seleksi. Setelah diputuskan salah satu kost, mulailah proses pindahan dari kost lama. Sedih banget rasanya... Aku udah menghuni kost di Jalan Kutisari itu selama lebih dari 4 tahun. Teman-temannya baik, kondisi dan lingkungan kostnya juga lumayan, lagipula harganya murah, karena masih ikut harga tahun 2009 dan baru naik 1x, selama 4 tahun cuma naik 100 ribu! Kost baru di Jalan Jemur Andayani ini juga ada plus-minusnya. Jadi ya dinikmati aja tempat baru ini.

Aku masuk kerja lagi tanggal 19 Juni, setelah 51 hari istirahat. Wow, rasanya gimanaaa getu! Seperti anak baru lagi. Puji Tuhan, kondisi sudah lumayan fit, teman-teman di kantor menyambut dengan kepedulian. Reaksi pertama dari teman-teman adalah, “Mbak Arzy! Sudah sembuh? Kok tambah ndut, tambah chubby pipinya!”
Hadeh, terima kasih ya teman-teman... :P
Sampai sekarang, puji Tuhan aku sudah bisa bekerja seperti dulu. Pipi sudah ga se-chubby dulu, berat badan yang sempat kelebihan 2 kilo sekarang sudah normal. Hehehe...
Tulang yang patah memang belum benar-benar sembuh, satu bulan sekali aku masih harus kontrol ke Dokter Stephanus untuk ronsen, masih terasa sedikit sakit kalau diangkat lurus ke atas, jadi masih minum obat / vitamin untuk tulang itu.

Dari peristiwa kecelakaan sampai sakit itu, aku mensyukuri satu hal: harta paling berharga di dunia ini adalah kesehatan. Kalau sudah sakit gitu, penyembuhannya lama, mengeluarkan banyak biaya (walaupun ditanggung oleh kantor), ga bisa ngapa-ngapain, dan yang paling berpengaruh: amat sangat bosan. Ditambah lagi, waktu bed rest itu aku melewatkan banyak film keren di bioskop, seperti Iron Man dan Too Fast Too Furious 6... Hiks.. (beli DVD-nya aja)

Yah, selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian. Kadang aku berpikir, kenapa aku harus kecelakaan? Apa Tuhan ga menjaga aku? Kalau ga kecelakaan, pasti aku ga harus pindah kost, pasti aku bisa ini-itu... Tapi akhirnya aku tahu,

Apa yang kau alami kini, mungkin tak dapat engkau mengerti
Cobaan yang engkau alami tak melebihi kekuatanmu...
Tuhanmu tak akan memberi ular beracun pada yang minta roti
Satu hal, tanamkan di hati: indah semua yang Tuhan beri...
Tangan Tuhan sedang merenda suatu karya yang agung mulia
Saatnya kan tiba nanti, kau lihat pelangi kasihNya!
(Pelangi Kasih ~~ Maria Shandi)

Jadi disyukuri aja. Harus tetap semangat! Orang yang bahagia itu bukanlah orang yang mempunyai segala hal, tapi adalah orang yang mampu bersyukur akan segala hal...




1 komentar: