Kamis, 10 Oktober 2013

Kejutan Dari Teman Baru

PERHATIAN! Demi melindungi privasi, tulisan ini merahasiakan beberapa info dan data dari para pelaku di dalamnya. Jika ada ketidakjelasan hari, tanggal, tempat, tujuan, dan hal-hal lain, ini merupakan kesengajaan.


Minggu lalu, aku punya teman baru. Berawal dari tujuan melengkapi beberapa syarat administratif, aku menuju sebuah kantor di Jalan Manyar itu. Kebetulan aku ditemui oleh seorang pria muda yang rapi, dan... well, aku akui dia good looking. Sebut aja namanya Sendy. Setelah ngobrol menanyakan hal-hal yang harus aku lengkapi, dia berjanji, ”Nanti saya hubungi kalau jadi, ya...” Lalu kami bertukar nomor HP agar lebih mudah berkomunikasi.

Beberapa hari berlalu tanpa kabar, aku follow up perkembangan administrasiku ke Sendy lewat SMS. Satu kali, ga dibales. Besoknya, aku kirim SMS lagi. Ga dibales lagi! Akhirnya setelah hampir ngirim SMS ketiga, dia menghubungi aku. Katanya, administrasi yang aku urus sudah selesai. Oke, lega, case closed.

Setelah itu, aku ga pernah nyangka kalau obrolan dengan Sendy bakal berlanjut. Perkiraanku sih, mungkin karena aku keukeuh banget nanya, dia jadi terkesan: gigih banget ini orang, haha... (aku nulis begini karena belum konfirmasi ke dia bener atau ga. Peace, Sen! Y^_^Y)
Dia memang baik dan sebab utama obrolan kami bisa nyambung adalah karena kami lulusan fakultas yang sama dan berprofesi sama. Awalnya aku manggil dia ”Pak” untuk menunjukkan penghormatan, padahal sebenernya dia ga pantes dipanggil ”Pak”. Mungkin dia cuma lebih tua 1-2 tahun dari aku. Suasana mulai cair saat dia bilang, ”Jangan panggil Pak ah, panggil aja Sendy”. Jadi kami biasa ngobrol lewat Whatsapp, bertukar info tentang kerjaan. Gimana kerjaanmu disana? Ngapain aja? Kalau aku di sini seperti ini, bla.. bla.. bla... Oh, kamu disana kayak gitu?
Yah, begitulah. Seru aja, karena pada dasarnya aku memang suka menambah teman, suka belajar dan memperluas pengetahuan, apalagi dari orang baru.

Lama-lama, obrolan kami ga cuma soal kerjaan lagi. Mulai seru-seruan, saling mengorek informasi pribadi. Suatu hari, dia bilang kalau bisa ilmu grafologi (membaca tulisan tangan dan tanda tangan untuk menentukan kepribadian seseorang). Wah, aku juga pernah baca tentang grafologi, jadi tau sedikit-sedikit. Bisa grafologi memang menunjang profesi kami yang banyak berhubungan dengan orang. Ilmu grafologi itu sangat menarik dan aku memang sudah lama mau belajar lebih lanjut, mau menekuni, juga karena profesi sebagai seorang Grafolog masih jarang ada di Indonesia. Tapi pertimbangannya, kursus grafologi itu mahal banget! Jadi selama ini aku cuma belajar dari internet. Nah, mumpung punya temen yang (ngakunya) bisa grafologi, apa salahnya belajar dari dia? Aji mumpung. Hehe...
Untunglah, dia juga punya pikiran yang sama dengan aku. Jadi kami mau belajar bareng. Dari situ nanti bisa sharing pengetahuan, karena yang aku tau belum tentu dia tau, dan sebaliknya, sekaligus meyakinkan: bener ga sih grafologi yang aku pelajari dari internet itu?

Pada hari dan jam yang telah disepakati bersama, kami ketemuan di suatu tempat. Ini bukan kencan, lho! Ini adalah ”belajar bersama”, hahaa... (kayak anak sekolah aja)
Minta kertas dan pinjam pulpen dari waiter-nya, aku tanda tangan, lalu minta dianalisa. Hasilnya:
Katanya aku punya ”sense of  art” yang tinggi >> Betul.
Katanya aku mempunyai kekaguman pada orang tua >> Betul.
Katanya aku punya emosi yang besar (bisa positif ataupun negatif), tapi masih bisa menyalurkan dengan baik dan dikontrol oleh rasio (misalnya apa yang aku lakukan untuk emosi ini) >> Betul.
Katanya aku masih sering mengingat masa lalu, dan walaupun masa lalu itu berakhir dengan baik, masih menyisakan ’sesal’ atau ’tanda tanya’ yang ga pernah bisa tuntas. Kalau berakhir dengan ga menyenangkan, bisa menimbulkan kekecewaan dan ’dendam’ yang harus dipenuhi >> Bisa jadi.
Katanya dalam hal menyelesaikan masalah, aku cenderung kurang mantap dan kurang stabil >> Kadang-kadang.
Katanya aku punya kebutuhan yang tinggi untuk dilindungi >> Betul.

Hmm, interesting! Dia ungkapkan lebih banyak dari itu, memang ga semua betul 100%, malah ada yang salah (ga aku cantumkan soalnya lupa). Aku kagum sama pengetahuannya. Waktu gantian aku coba analisa tanda tangannya, syukurlah ternyata info yang aku dapat dari internet itu cukup akurat. Walaupun aku ga bisa menjelaskan sebanyak dia, tapi dia mengakui kalau cocok dengan kepribadiannya. Seneng banget, soalnya belum terlalu kenal, jadi belum tau pribadinya seperti apa, tapi lewat tanda tangan bisa dianalisa dan lumayan sesuai. Keren! ^_^

Didorong oleh keinginan yang kuat untuk bisa, aku jadi minta diajari, bagian-bagian mana yang bisa membuat dia menganalisa pribadiku seperti itu. Sambil guyon, dia bilang, ”Belajar ini biayanya mahal, lho! Kamu bisa bayar ga?” haha...

Ternyata sama kayak aku, dia ga belajar grafologi secara khusus yang membutuhkan biaya mahal itu. Dia belajar grafologi dengan cara menggabungkan berbagai interpretasi dari tes grafis psikologi. Kalau kalian dipsikotes, pasti diminta menggambar sesuatu. Bisa orang, pohon, atau orang-rumah-pohon, bisa juga melengkapi gambar dari bagian yang sudah ada, kan? Nah, secara psikologi, semua gambar itu bisa diinterpretasikan sebagai kepribadian seseorang. Setiap tarikan garis, lengkungan, titik, arsiran, coretan, proporsi gambar, penekanan, bahkan bekas yang tertinggal akibat hapusan pensil pun bisa dianalisa. Wow, kalau dia bisa belajar sendiri dengan menggabungkan interpretasi dari tes grafis, itu mengagumkan, soalnya pasti ga gampang. Analisa tes grafis ga boleh sembarangan, harus hati-hati banget, teori harus kuat, dan pastinya grafologi juga gitu. Bahkan, para Grafolog yang aku tau, sampai pakai kaca pembesar dan penggaris waktu menganalisa tanda tangan atau tulisan seseorang. Keren! ^_^

Setelah Sendy menjabarkan bagian-bagian dari tanda tanganku berikut penjelasannya, aku masih penasaran pengen belajar. ”Ayo sekarang yang tulisan tangan. Kamu analisa tulisanku, ya...”
”Aku ga bisa kalau tulisan tangan. Aku bisanya cuma tanda tangan.”
Hah? Aku kaget waktu dia bilang gitu. Heran jadinya, bukannya itu satu kesatuan, ya? Mungkin karena dia belajarnya dari tes grafis aja, jadi cuma bisa menerjemahkan yang tanda tangan.
Kalau gitu, gantian aku yang beraksi, haha... Setelah dia nulis beberapa kalimat, aku coba menganalisanya. Yeah, akurat juga! Yaa, tetep ada yang salah, tapi sekali lagi, aku cukup bangga akan hasilnya. Hehehe...

”Kamu kok ga mau tau sih, dari bagian mana aku bisa analisa kayak gitu?” tanyaku saat melihat dia ga bereaksi antusias pengen tau.
”Ga, aku memang ga mau tau kok,” katanya tapi dengan tampang cengengesan.
”Oooh, curang. Ga mau bayar, ya?”
”Hahahaa...” dia ketawa.
Apa jangan-jangan emang dia udah bisa jadi ga perlu dikasih tau...

Terakhir, aku unjuk kemampuan lain: membaca garis tangan. Aku juga belajar otodidak, dari buku. Ketika telapak tangannya terentang di hadapanku, dari garis-garisnya aku melihat bahwa, "Wah, kamu orangnya tenang banget!”
”Iya, bener,” balasnya ngangguk-angguk.
Mencoba analisa yang lain lagi, ternyata kecenderungannya masih sesuai. Wah, lama-lama aku bisa jadi dukun beneran ini. Amiinn *eh?

Dua jam nongkrong, ngobrol, makan, dan belajar grafologi. Nice experience with new friend.
Aku bersyukur karena Tuhan merancangkan ini semua. Saat lagi antusias dengan grafologi, eh kenalan dengan orang baru yang ternyata bisa grafologi. Sendy orangnya asyik, seru, ramah, mbanyol, dan ga pelit berbagi ilmu. Walaupun dia lebih pinter grafologinya daripada aku (tapi dia ga mengakui kalau dia pinter), dia menerima masukan saat aku berpendapat, misalnya ”Setauku di tanda tangan itu ga boleh ada lingkaran, soalnya menunjukkan  sifat posesif atau over protektif...”
”Oya? Bisa jadi referensi tuh... Coba ntar aku cari tau juga.”

Jadi memang bener, jika diibaratkan diri kita adalah gelas yang penuh berisi air, ketika kita ga membiarkan air itu dituang ke tempat lain, kita ga akan pernah diisi dengan air baru. Lewat teman baruku, aku  menyemangati diri sendiri untuk menjadi manusia baik yang bermanfaat bagi orang lain.
Keep moving, keep challenging, keep improving!
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar