Minggu, 22 Desember 2013

Cinta yang Berhikmat

Haha… Akhirnya momen yang kupertanyakan itu benar-benar terjadi…

Berkaitan dengan blogku sebelumnya, “KetikaNepotisme dan Like or Dislike Berbicara, kali ini aku akan melanjutkan kisah yang terjadi pada dua manusia berinisial Mr.F dan Ms.R itu.

Sejak Ms.R dinyatakan tidak diperpanjang kontraknya, terjadi dilema antara mereka berdua. Profile picture dan status BBM yang dipasang oleh Mr.F menunjukkan kekecewaan, walaupun ga secara spesifik menyebutkan kenapa dan siapa yang dimaksud, tapi teman-teman disini yang membaca itu pasti udah tau maksudnya. Selama bulan November lalu, mereka terlihat masih bekerja seperti biasa. Ya, perlahan-lahan dalam hati sudah pasrah dan lebih bisa menerima keadaan.

Rupanya, keadaan yang terlihat baik-baik saja itu ga bertahan lama. Pertengahan bulan November, Mr.F menjadi pergunjingan di kalangan departemen BC karena kerjanya mulai ga fokus. Ia yang biasanya semangat dan loyal pada pekerjaannya, jadi mulai sering izin ga masuk karena sakit atau karena hal pribadi lain, jauh lebih santai, dan memantau operasional F&B seadanya aja. Akibatnya, beberapa kali sang OM memanggil dia secara pribadi. Ngajak diskusi, tanya-tanya apa ada masalah yang membuat dia jadi kehilangan semangat kayak gitu. Tapi Mr.F selalu menjawab ga ada masalah apa-apa. Lalu, ketika si OM ga berhasil membuka tabir tersembunyi Mr.F, akhirnya “yang lebih berkuasa” turun tangan. Mr.F pun menghadap Ibu GM. Aku ga tau persis apa yang mereka bicarakan, tapi pastinya ya membahas tentang hal itu.

Hari demi hari berlalu, hingga masuklah bulan Desember. Semakin diperhatikan, fisik Mr.F memang ada di sini, tapi hati dan konsentrasinya entah ada dimana. Suatu hari, beredar kabar yang mengatakan bahwa Mr.F akan resign! Aha! Dugaanku benar terjadi. Aku cukup surprise saat tau hal itu, apalagi para petinggi seperti OM dan GM. Apa sebenarnya yang sedang direncanakan oleh Mr.F? Motivasi apa yang melatar belakangi ia mengambil keputusan itu? Apakah semata-mata karena faktor ga ada Ms.R di kantor ini lagi?

Setelah sekian lama menyimpan ‘rahasia’, akhirnya Mr.F buka suara. Ia mengambil keputusan untuk resign karena melamar kerja di tempat lain, yaitu di sebuah hotel bintang 5 yang terkenal. Memang belum fix diterima, tapi udah hampir pasti. Jadi rencananya dia resign per tanggal 31 Desember. Keputusan yang  cukup berani, soalnya dia masih berada pada masa kontrak. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuknya baru akan berakhir tanggal 28 Februari 2014. Dengan ia mengajukan resign per 31 Desember, berarti ia harus membayar kepada perusahaan sisa masa kontraknya, yaitu sebesar 2 kali gajinya. Hmmm… Cukup besar lho! Mungkin baginya ga masalah, karena sebentar lagi dia kerja di hotel bintang 5, tentunya gajinya bakal lebih besar daripada disini.

Kami senang kalau ada teman yang punya niat untuk maju, tentunya kami ga akan menghalangi teman yang mau keluar karena memilih karir di tempat yang lebih baik.  Mr.F masih muda, punya potensi, dan kami yakin kalau ia akan terus berkembang di tempat barunya. Apalagi bagi setiap lulusan perhotelan, bekerja di hotel bintang 5 tersebut adalah “impian”. Beruntunglah Mr.F karena mampu menggapai impian tersebut.

Segera setelah Mr.F mengajukan resign, yang kelabakan adalah OM dan HRD. Ya iyalah, soalnya kami harus memilih orang yang menggantikan posisi F&B Manager. Maunya mengangkat supervisor disini, supaya ada jenjang karir, tapi juga pasang iklan lowongan agar ga menutup kemungkinan terjaring orang luar yang mumpuni. Mr.F pun laris “ditanggap” banyak orang untuk dimintai cerita: kenapa resign, bagaimana prosedur seleksi di sana, kapan mulai masuk disana, dan sebagainya

Kalau aku, tetep pada keingintahuanku dari awal: apakah Mr.F resign ini semata-mata mengejar karir di hotel bintang 5 itu atau karena terpengaruh oleh keluarnya Ms.R? Kalaupun memang betul ingin mengejar karir, kenapa harus buru-buru? Kan bisa menunggu sampai kontraknya selesai di akhir Februari, daripada harus membayar ke perusahaan sebesar sisa kontrak itu? Yang paling kecewa dengan keluarnya Mr.F adalah sang GM, karena beliau yang “membawa” Mr.F ke hotel ini. Pastinya beliau berharap agar Mr.F turut andil memajukan hotel ini. Beberapa kali Ibu OM dan GM menanyakan keseriusan Mr.F untuk resign itu. Ya semacam “menahan supaya ga resign” gitu lah… Tapi Mr.F tetep pada keputusannya. Akhirnya manajemen bisa menerima dan menghormatinya.

Seharusnya, ketika seseorang memutuskan untuk resign, dia harus tetap konsentrasi dan melakukan pekerjaannya sampai tuntas. Tapi Mr.F agaknya udah bener-bener ga fokus disini. Melihat hal itu, marahlah sang GM, “Buat apa dipertahankan di sini kalau sudah ga efektif begitu?”, sehingga beliau menyuruh Mr.F segera resign aja, per tanggal 15 Desember. Beliau udah ga mempermasalahkan hitungan “setengah bulan” Desember yang ditinggalkan Mr.F, padahal mestinya masih menjadi tanggung jawabnya. Semua file F&B, juga rincian tugas dan tanggung jawab sebagai FB Manager diserah terimakan kepada OM (sementara, karena belum dapat penggantinya). Jadi, Mr.F beneran resign per tanggal 15 Desember lalu... Ya, mendadak sekali.

Pasca Mr.F resign, keadaan operasional F&B tetap berjalan seperti biasa, karena baik di “Service” maupun “Kitchen” sudah ada supervisornya. Cuma si OM nih yang sedikit ada tambahan kerjaan lagi.

Suatu sore, sudah lewat jam pulang kantor tapi aku masih mengerjakan beberapa tugas yang belum selesai. Kantor sudah sepi, cuma tinggal aku dan si OM. Tiba-tiba si Ibu GM keluar dari ruangannya dan duduk di depan meja OM yang bersebelahan dengan mejaku. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, ternyata Ibu GM membahas tentang Mr.F (lagi). Begini katanya,
“Aku tanya sama F, ‘Sekarang umurmu berapa?’ Katanya 23. ’Kamu mau nikah umur berapa? Satu tahun lagi? Dua tahun lagi?’ ‘Ya enggak, Bu, paling umur 29 / 30-an,’ katanya. ‘Kamu sekarang umur 23, mau nikah umur 30. Sekarang kamu rela resign demi cewek itu. Tujuh tahun lamanya, cewek itu mau nungguin kamu terus ta?’ Aku ga habis pikir sama anak itu...” Eh, ternyata Ibu GM membahas hubungan Mr.F dengan Ms.R. “Kalau mau nikah setahun-dua tahun lagi ga masalah sekarang belain cewek itu, lha orang masih panjang jalannya. Gitu ngambil keputusan kok ga mikir panjang… Ya itu yang dibilang cinta itu buta, cinta tai kucing rasa coklat...” curhatnya.
“Yah, namanya anak muda, Bu…” kata si OM menanggapi.

Tiba-tiba Ibu GM beralih ke aku. “Makanya Arzy, kamu kalau masih pacaran, jangan lupa berdoa...”
“Oh, iya, Bu,” kaget juga aku, tau-tau dibilangi kayak gitu.
“Selama belum nikah, doa minta hikmat sama Tuhan, supaya motivasi mencintai itu ga salah. Bilang sama Tuhan, berikan aku hikmat supaya aku bisa mencintai orang lain seperti Engkau mencintai aku. Aku tau cewek itu (Ms.R –red) nangis-nangis katanya ga mau pisah sama F. Lha kalau gitu apa udah bener motivasi cintanya? Mestinya kan ya mendukung, kalau F mau berkarir di sini, bukan malah bikin kerjanya jadi ga fokus begitu… Si F juga gitu, malah mbelain yang cewek sampai kayak gitu kelakuannya. Kalau cinta yang berhikmat itu datangnya dari Tuhan, pasti nanti mencintai pasangan itu berlandaskan takut akan Tuhan, saling mencintai dengan jujur, untuk kebaikan, sama kayak cintanya Tuhan ke kita gitu… ”
Hmmm… sore-sore, dapat “wejangan” dari Ibu GM.

Cinta yang berhikmat. Memang aku belum pernah dengar istilah itu, tapi oke juga kok, dapat masukan baru untuk memperkaya pengetahuan dan iman.
Tuhan memang dapat menggunakan siapa saja, kapan saja, dimana saja, dalam keadaan apapun juga, untuk memberitakan kasihNya kepada umatNya. Contohnya ini, lewat kejadian Mr.F dan Ms.R dan lewat Ibu GM, aku jadi diingatkan untuk terus berdoa. Apalagi di masa-masa sebelum menikah ini, aku harus terus memantapkan diri untuk mencintai pasangan dengan motivasi dan tujuan yang benar, supaya aku ga salah langkah dan menyesal di kemudian hari. Pastinya aku juga menambahkan satu pokok doa lagi, yaitu supaya aku dapat cinta yang berhikmat…

“Tuhan, berikan aku hikmat supaya aku bisa mencintai orang lain seperti Engkau mencintai aku. Amin.”