Tuhan
menciptakan manusia dengan segala kekuasaanNya. Kata John Locke, pada saat
dilahirkan, manusia itu ibarat kertas yang putih bersih (tabula rasa). Pola asuh dan lingkunganlah yang membentuk seseorang
menjadi manusia seperti pada waktu dewasa. Banyak segi kepribadian dan karakter
individu yang diperolehnya dari proses belajar.
Karakter
tersebut terus menemukan muaranya seiring dengan perkembangan hidup manusia.
Selain dipengaruhi oleh sifat bawaan, karakter hasil pengaruh lingkungan itu
kemudian menentukan bagaimana manusia berperilaku.
Dalam
perilaku kehidupan sehari-hari, manusia pasti berhubungan dengan sesamanya.
Bagi kita yang berada di dunia profesional berlabel perkantoran, kerjasama dan
komunikasi yang baik mutlak diperlukan agar dapat bekerja dengan baik pula. Aku
menulis ini karena terinspirasi oleh perilaku orang-orang di kantorku.
Di
kantorku ini, ada ± 160 manusia. Dari jumlah itu, sekitar 13 orang menjabat
supervisor dan pimpinan di beberapa bagian, seperti departemen marketing,
departemen kredit, departemen operasional, dsb. Memang terkesan aneh, dalam
satu kantor ada begitu banyak pimpinan. Tapi karena perusahaan tempatku bekerja
ini mempunyai banyak cabang di seluruh Indonesia, dan Surabaya adalah kantor
cabang terbesar, maka sebagian besar pimpinan seperti koordinator area, koordinator
wilayah, juga para koordinator operasional ditempatkan di Surabaya; tentu
dengan tetap berkoordinasi dengan kantor pusat di Jakarta.
Nah,
menarik saat mengamati bagaimana para pimpinan dan supervisor ini bekerja.
Mereka mempunyai gaya masing-masing. Ada yang begitu terbuka dalam hal
koordinasi, ramah, namun tetap tegas dan profesional, sehingga ia disukai oleh
kami, para staf, baik yang berada di departemennya maupun bukan. Sebaliknya,
ada pimpinan yang terkesan kaku, begitu serius, disegani, bahkan cenderung
ditakuti oleh para staf. Ada yang meluapkan emosi secara terbuka, ada pula yang
lebih mampu mengelola emosinya. Ada yang dibalik sikap tegasnya memimpin
ternyata juga suka melucu dan tertawa keras-keras. Ada pula lho, yang tidak
berbahasa Indonesia yang baik, tapi kalau ngomong campur-campur dengan bahasa
Jawa! Ada yang moody, alias pas mood-nya baik, ia ikut senang-senang
dengan para karyawan, tapi hati-hati aja pas mood-nya jelek... bisa “disemprot” deh...hehe.. Macem-macem lah! :D
Nah,
berdasarkan pengamatan itu, aku belajar mengapa ada pimpinan yang –dalam bahasa
gampangnya– disukai, disegani, cenderung ditakuti, atau tidak disukai
(dibenci). Ternyata itu ditinjau dari bagaimana cara mereka memperlakukan anak
buah atau para stafnya. Ada yang disebut “Boss”,
dan juga “Leader”.
Boss
dan Leader adalah dua istilah yang mempunyai definisi tersendiri, walaupun kelihatannya
sama, yaitu seseorang yang memuncaki suatu piramida pekerjaan.
Leader adalah
seseorang yang mampu memotivasi bawahannya. Ia mempunyai pikiran yang terbuka untuk menerima kritik,
tantangan, maupun ide dari orang lain. Seorang Leader tidak serta merta
memerintah bawahannya, namun lebih mendorong mereka untuk melakukan
pekerjaannya secara lebih baik. Oleh sebab itu seorang Leader dipandang sebagai
contoh yang baik, dihormati dan disukai bawahannya bukan semata-mata karena
jabatan ataupun senioritasnya, namun juga karena kemampuan, karakter, serta attitude-nya.
Sebaliknya,
Boss dihormati terutama karena
kekuasaannya. Boss menciptakan suasana tegang dan rasa takut pada para stafnya,
akibat kontrol ketatnya terhadap kinerja mereka. Seorang Boss biasanya tertutup
terhadap kritik, tantangan, dan saran dari anak buahnya. Hal ini berarti bahwa
pengakuan dan penghormatan yang diterima oleh si Boss adalah karena ketakutan
anak buahnya kepada mereka.
Secara
garis besar, perbedaan tersebut dirangkum sebagai berikut:
- Boss mengarahkan bawahannya, Leader mengajari mereka.
- Boss mengandalkan kekuasaan, Leader mengandalkan niat / kehendak baik.
- Boss menciptakan ketakutan, Leader menimbulkan antusiasme dan rasa percaya diri.
- Boss mengatakan ”Saya”, Leader mengatakan ”Kita”.
- Ketika Boss menyalahkan bawahannya, Leader memperbaiki kesalahan mereka.
- Boss memerintah bawahannya, Leader meminta kepada mereka.
- Boss menggunakan kemampuan karyawannya, Leader mengembangkan kemampuan mereka.
- Boss tahu bagaimana cara menyelesaikan sesuatu, Leader menunjukkan bagaimana cara menyelesaikan sesuatu.
- Boss membuat pekerjaan menjadi membosankan, Leader membuat pekerjaan menjadi menarik.
- Boss mengatakan ”Pergi!”, Leader mengatakan ”Mari kita pergi!”.
- Untuk menjadi Leader, seseorang harus memberikan contoh yang baik, sedangkan Boss tinggal memberikan perintah dan menunggu hasil yang dikerjakan oleh orang lain.
Kalau
dari segi persamaannya, baik Leader maupun Boss adalah orang yang mempunyai
kedudukan di sebuah perusahaan. Sama-sama mempunyai kekuasaan, hanya saja yang
satu lebih dihormati karena kualitas dan karismanya, sedangkan satunya
dihormati karena ditakuti. Boleh dikatakan bahwa setiap Leader dapat menjadi
Boss, tetapi jarang ada Boss yang dapat menjadi Leader.
Dari
pembelajaran itu, kesannya memang Leader lebih positif, ya?
Lalu
bagaimana caranya seorang Boss dapat menjadi Leader?
Seorang
Boss harus menunjukkan bahwa ia mempunyai pengatahuan yang memadai, rencana
kerja yang jelas, antisipasi terhadap segala kemungkinan masalah, tinjauan masa
depan, tindakan yang nyata, berorientasi pada proses serta hasil, menghargai
setiap pribadi bawahannya, serta bertindak sebagai teman sekaligus mentor bagi
mereka. Kualitas-kualitas tersebut diperlukan untuk menjadi seorang Leader.
Selanjutnya,
seorang Leader yang baik harus dapat membuat anak buahnya menyadari bahwa
mereka mempunyai kemampuan lebih besar dari yang mereka pikirkan, sehingga
mereka dapat bekerja dengan memaksimalkan kemampuan tersebut secara konsisten.
Lebih lanjut, seorang Leader tidak lagi menciptakan pengikut atau bawahan,
namun ia dapat menciptakan Leader-Leader baru.
Terlepas
dari apakah karakter Boss atau Leader itu dipengaruhi oleh sifat bawaan dan
pola asuh masa anak-anak, semuanya kembali pada proses belajar di lingkungan
pada masing-masing individu tersebut.
So, which one are you: Boss or Leader?