Kenapa harus ada
HP? Kenapa muncul Facebook? Twitter? Blackberry? Kalau hasilnya seperti ini...
Toh zaman dulu ga ada begitu-begituan juga ga apa-apa, kan?!
Inilah
keprihatinanku akan dampak teknologi masa kini...
Satu:
Teknologi mestinya “mendekatkan orang yang jauh”, bukan malah sebaliknya,
“menjauhkan orang yang dekat”.
Berapa banyak dari kita yang berterima kasih atas munculnya Facebook,
Twitter, atau apapun jaringan sosial lainnya. Berkat “mereka”, kita dapat
bertemu kembali dengan teman dan/atau kerabat yang sudah lama tidak bertemu,
bertukar informasi, dan tetap menjalin kekerabatan. Namun tanpa disadari,
ketergantungan dan maniak akan situs jejaring sosial tersebut malah membuat
kita “lupa berdiri”, alias melupakan keberadaan dan INTERAKSI dengan orang lain
secara langsung, bahkan yang posisinya dekat sekalipun, karena terus sibuk
memelototi komputer di depan mata kita.
Mengapa tidak berjabat tangan dan memberikan ucapan selamat ulang tahun
secara langsung pada rekan kerja satu kantor, daripada menuliskannya lewat Wall
Facebook-nya?
Mengapa tidak berdiskusi tentang urusan pekerjaan dengan rekan secara
langsung, daripada mengomunikasikannya lewat Yahoo Messenger?
Sungguh amat memprihatinkan... Yang jauh didekatkan, tetapi yang dekat
-bahkan terdekat- malah dijauhkan.
Dua:
Teknologi mestinya membantu kapasitas otak kita , bukan sebaliknya,
mengistirahatkan otak kita.
Sejak kemunculannya, alat komunikasi bernama Hand Phone telah mengubah
kehidupan manusia. Berbagai fitur yang ditawarkannya, seiring dengan
perkembangan zaman, semakin disesuaikan untuk memudahkan kebutuhan dan gaya hidup kita. Namun
sadarkah kita, keberadaan “benda canggih” yang awalnya hanya digunakan untuk
telepon atau mengirimkan pesan singkat (SMS) tersebut telah menggerus memori
kita?
Berapa banyak dari kita yang kelabakan atau panik saat HP hilang? Tentu
saja, bagaimanapun juga kan HP tetap merupakan sebuah kebutuhan, walaupun
sekarang bukan merupakan barang mewah lagi. Tapi yang aku tekankan di sini
bukan hilangnya “HP” tersebut, melainkan ini: bagaimana ketika HP tersebut
hilang, kita tak dapat menghubungi siapa-siapa karena tak ingat satu pun nomor
teman atau saudara???
Ketergantungan pada “Contact” HP tersebut sangatlah besar.
Memang, tak mungkin mengingat semua nomor teman yang rata-rata lebih dari
10 digit itu. Tapi apa salahnya mengingat nomor orang tua atau beberapa saudara
dan teman terdekat saja, untuk berjaga-jaga kalau misalnya terjadi sesuatu
seperti HP hilang atau mati karena low-batt.
Lalu jawablah pertanyaan ini: berapa banyak dari kita yang menyelesaikan
hitungan sederhana dengan mengandalkan KALKULATOR di HP?
Malas atau memang tidak bisa berhitung sih?? Sekadar memastikan hitungan
benar it's ok, tapi ga harus menghitungnya dari awal, kan?
Tiga:
Teknologi mestinya “membuka dunia kita lebih luas”, bukan sebaliknya,
”tenggelam dalam dunia kita sendiri”.
Aku akan berbicara tentang satu lagi kecanggihan yang muncul di abad ini:
Blackberry namanya, “ponsel pintar”,
katanya.
Sama seperti keprihatinanku akan Facebook dan Twitter yang membuat “orang
dekat dijauhkan”, keberadaan Blackberry ini telah “menghipnotis” orang yang
memakainya. Bagaimana tidak, lha dunia terasa dalam genggaman! Tinggal klik
sana, klik sini, kita bisa melakukan semuanya dengan BB. Belum lagi promosi
dari provider-provider yang menawarkan paket semurah-murahnya.
Tapi, aku seringkali melihat orang jadi sibuk sendiri dengan
Blackberry-nya, seolah-olah ga ada orang lain di sekitarnya. Betah duduk diam
berjam-jam asal BB ga pernah lepas dari genggaman, entah BBM-an, YM-an, FB-an,
Twitter-an, atau apapun yang bisa dilakukan dengan BB.
Mami aku tanya, “Kamu ga beli BB ta?”
“Ah, buat apa? Aku ga perlu kok.”
“Kan enak bisa chatting-chattingan, ntar BBM-an, kirim-kirim foto kayak
gini, lho...” katanya sambil menunjukkan BB-nya.
Aku bilang, “Mami, aku ini udah AUTIS, punya BB ntar aku tambah autis!”
Tentu aja aku bercanda (ga autis beneran), tapi rupanya Mamiku ga paham.
“Maksudnya? Autis piye?”
“Mami, punya BB itu bikin orang 'autis', seolah-olah punya dunia sendiri.
Lihaten ta, BB ga lepas dari tangan, dikit-dikit kling – kling – kling
(aku menirukan bunyi BB-nya), trus buru-buru ngelihat, ngejawab, atau apalah
gitu. Jadi ga ngerespon orang lain, ga interaksi sama orang lain karena sibuk
melototin BB-nya. Ya, gitu deh pokoknya.”
Mamiku diam tapi masih ga percaya, “Ah, masa gitu? Tapi kan ga semua.”
“Iya sih ga semua... Tapi tetep aja, aku ga perlu BB.”
“Tak bayarin, wes.
Pake xxx (menyebutkan salah satu provider) sama kayak Mami, bayarnya
murah!” Si Mami masih ngotot, sambil merayu.
“Nggak. Makasih,
Mami.”
Dan pernah lihat
berita ga, gara-gara ga dibeliin BB, seorang anak sampai nekat mau bunuh diri. Seorang
anggota dewan ga merhatiin rapat
karena asyik BBM-an ria.
Prihatin deh jadinya....
Jika HP, FB, Twitter, BB, atau apapun teknologi canggih saat ini ga pernah
ada, apa yang terjadi dengan dunia?
Tulisan ini dibuat tidak untuk menggurui, menyindir, atau menyakiti siapa
pun. Bukan pula benar atau salah. Hanya sebuah OPINI.
Aku bukan ahli teknologi, ga selalu melek teknologi. Kalau ada yang mau
menambahkan, silahkan berkomentar.
Peace ^_^Y
Tidak ada komentar:
Posting Komentar