Kamis, 23 Februari 2012

Jangan Takut Menikah!


Februari adalah bulan penuh cinta. Ungkapan itu ada tentunya karena tanggal 14 Februari, dimana orang di seluruh dunia merayakan Valentine Day, Hari Kasih Sayang. Agaknya hal itu memang masih dipercaya kebanyakan orang sih.. Buktinya dalam bulan ini, 3 minggu berturut-turut aku dapat undangan pernikahan dari teman. Wah, pengeluaran tak terduga ini. Haha...
Ngomongin soal pernikahan, memang teman seumuranku udah banyak yang menikah di tahun kemarin, dan prediksiku di tahun ini juga. Kadang aku ditanya juga: kapan nikah? Wah, nanti dulu ya... Pasangannya masih diuji coba nih, memenuhi syarat atau ga... Hehehe...

Pernikahan memang ga cukup melihat dari segi fisik (termasuk usia) yang dipandang orang ”udah pantes nikah”. Enak aja teman bilang, ”Jangan kebanyakan seleksi, ingat umur udah 26. Mau nikah umur berapa?” Lho, kan banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum memutuskan untuk menikah, yang paling utama dari segi kesiapan mental dong...
Aku suka baca artikel-artikel tentang persiapan pernikahan. Namanya juga pengen menikah. Hehe... Sayangnya aku lupa ini diucapkan oleh siapa dan di media mana, jadi maaf kalau ga mencantumkan sumbernya. Jadi begini, setidaknya ada 3 poin yang harus dipersiapkan oleh pasangan yang bermaksud mengucapkan ikrar untuk hidup bersama.
Ketika dua insan bermaksud memasuki gerbang pernikahan, mereka harus tahu dan paham, bahwa manusia itu berubah. Pernikahan itu ibarat sebuah paket. Dalam paket tersebut, terdapat dua manusia. Kedua manusia ini bisa berubah, karenanya di dalam pernikahan akan selalu ada hal baru yang harus dikejar. Jadi, sebelum memasuki jenjang pernikahan, masing-masing pasangan harus mengetahui pola perubahan masing-masing.
Kalau yang satu berubahnya cepat, sementara yang satu mandek, bisa akan ada masalah. Namun, ketika keduanya sudah saling sadar, harus mau saling bantu. Yang berubahnya cepat itu harus mengajak pasangannya untuk belajar dan mencoba mengerti. Jangan lupa untuk mengikuti perkembangan masing-masing. Hal ini menjadi penting, karena ketika terjadi jeda dan masing-masing berkembang dengan keadaan yang berbeda, ga heran akan ada perbedaan persepsi dan pola pikir. Misal, si suami bekerja di dunia yang membuatnya harus bertemu banyak orang, ia akan berkembang dan pola pikirnya pun sedikit-sedikit berubah. Sementara, jika si istri ga mau berusaha untuk keep up dengan perkembangan suami, maka akan sulit untuk bisa mengimbangi, apalagi jika si suami pun ga mengajak si istri untuk belajar.
Selain mengenai perubahan, pasangan yang ingin naik ke pelaminan harus menyadari, bahwa setelah hari pernikahan, gaya hidup pun berubah. Yang tadinya terbiasa sendiri, kini segalanya harus dibagi dengan orang lain. Mau saling berbagi adalah satu poin tersendiri. Kebiasaan yang tiba-tiba berubah biasanya bisa menjadi batu sandungan untuk sebagian orang. Keharusan untuk berbagi ini seringkali menjadi penyebab perpecahan rumah tangga.
Kalau kita bertanya, mengapa saat ini banyak terjadi perpecahan dalam pernikahan? Sementara mengapa di zaman dulu, perceraian sangat jarang terjadi? Karena di zaman dulu orang ga ada yang berpikir mengenai perceraian. Yang ada, bagaimana supaya pernikahannya bisa terus berjalan dan memperbaikinya. Ketika kita berbentrokan dengan masalah keluarga, yang terpenting adalah menurunkan ego masing-masing. Kalau belum bisa ditemukan jalan tengahnya, carilah penengah yang bisa memberikan opini obyektif. Begitu pula, biasanya terjadi pertengkaran saat perencanaan pernikahan, terjadi beda pendapat, oleh karena itu penggunaan jasa perencana pernikahan bisa membantu menengahi.
Mengenai persiapan mental dan psikologis menjelang pernikahan, terdapat 3 poin penting yang perlu diketahui pasangan sebelum menginjakkan kaki ke pelaminan dan menukar cincin tanda janji, yakni:
1. Jangan takut akan pernikahan. Sebaiknya sebelum melangkah ke pernikahan, kenali sisi baik dan buruk masing-masing. Karena setelah memasuki pernikahan, akan makin terlihat sifat-sifat yang tadinya tertutup. Jujur akan segala hal dengan pasangan adalah kunci  jika ingin pernikahan berhasil.
2. Siapkan diri. Tanya dengan diri sendiri, sudah siapkah untuk berbagi segala hal dengan si pasangan? Siapkah untuk maju bersama? Karena untuk bisa maju bersama, butuh upaya dan kerja keras, karena si pasangan ga memiliki pola pikir yang sama dengan kita, perlu kesabaran dan tenaga ekstra untuk mau menyamakan visi.
3. Jangan takut perubahan. Perilaku seseorang bisa diubah. Perilaku bukanlah gen yang ga bisa diubah. Jadi, ketika kita harus berubah untuk bisa keep up dengan pasangan yang berubah, begitu juga si dia.
Jangan ketinggalan pula untuk bisa menjaga ucapan. Karena apa yang terucap adalah doa. Ketika kita berpikir atau terucap kata pisah, maka yang ada dalam pikiran kita adalah hal itu sebagai titik akhir.
Kalau nasehat dari orang tua, waktu pacaran bukalah mata lebar-lebar; untuk mengetahui pribadi calon pasangan kita, termasuk ga menutup kemungkinan untuk mencari pribadi lain yang lebih tepat dengan diri kita. Tapi ketika sudah menikah, tutuplah mata rapat-rapat, karena kita harus menerima pribadi yang telah kita pilih sendiri, baik maupun buruknya dia. Dalam hal ini, ingat poin yang menunjukkan tentang penurunan ego demi mengurai konflik yang bisa terjadi dalam sebuah hubungan.
Nah, bagaimana menurut Anda, setuju dengan pendapat ini?
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar