Februari adalah bulan penuh
cinta. Ungkapan itu ada tentunya karena tanggal 14 Februari, dimana orang di
seluruh dunia merayakan Valentine Day, Hari Kasih Sayang. Agaknya hal itu
memang masih dipercaya kebanyakan orang sih.. Buktinya dalam bulan ini, 3
minggu berturut-turut aku dapat undangan pernikahan dari teman. Wah,
pengeluaran tak terduga ini. Haha...
Ngomongin soal pernikahan, memang
teman seumuranku udah banyak yang menikah di tahun kemarin, dan prediksiku di tahun
ini juga. Kadang aku ditanya juga: kapan nikah? Wah, nanti dulu ya... Pasangannya
masih diuji coba nih, memenuhi syarat atau ga... Hehehe...
Pernikahan memang ga cukup
melihat dari segi fisik (termasuk usia) yang dipandang orang ”udah pantes nikah”.
Enak aja teman bilang, ”Jangan kebanyakan seleksi, ingat umur udah 26. Mau
nikah umur berapa?” Lho, kan banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum
memutuskan untuk menikah, yang paling utama dari segi kesiapan mental dong...
Aku suka baca artikel-artikel tentang
persiapan pernikahan. Namanya juga pengen menikah. Hehe... Sayangnya aku lupa
ini diucapkan oleh siapa dan di media mana, jadi maaf kalau ga mencantumkan
sumbernya. Jadi begini, setidaknya ada 3 poin yang harus dipersiapkan oleh
pasangan yang bermaksud mengucapkan ikrar untuk hidup bersama.
Ketika dua insan bermaksud
memasuki gerbang pernikahan, mereka harus tahu dan paham, bahwa manusia itu berubah. Pernikahan itu ibarat sebuah
paket. Dalam paket tersebut, terdapat dua manusia. Kedua manusia ini bisa
berubah, karenanya di dalam pernikahan akan selalu ada hal baru yang harus
dikejar. Jadi, sebelum memasuki jenjang pernikahan, masing-masing pasangan
harus mengetahui pola perubahan masing-masing.
Kalau yang satu berubahnya
cepat, sementara yang satu mandek, bisa akan ada masalah. Namun, ketika
keduanya sudah saling sadar, harus mau saling bantu. Yang berubahnya cepat itu harus mengajak pasangannya untuk belajar dan mencoba
mengerti. Jangan lupa untuk mengikuti perkembangan masing-masing. Hal
ini menjadi penting, karena ketika terjadi jeda dan masing-masing berkembang dengan
keadaan yang berbeda, ga heran akan ada perbedaan persepsi dan pola pikir.
Misal, si suami bekerja di dunia yang membuatnya harus bertemu banyak orang, ia
akan berkembang dan pola pikirnya pun sedikit-sedikit berubah. Sementara, jika
si istri ga mau berusaha untuk keep up dengan
perkembangan suami, maka akan sulit untuk bisa mengimbangi, apalagi jika si
suami pun ga mengajak si istri untuk belajar.
Selain mengenai perubahan, pasangan
yang ingin naik ke pelaminan harus menyadari, bahwa setelah hari pernikahan, gaya hidup pun berubah. Yang tadinya terbiasa
sendiri, kini segalanya harus dibagi dengan orang lain. Mau saling berbagi adalah satu poin tersendiri. Kebiasaan yang
tiba-tiba berubah biasanya bisa menjadi batu sandungan untuk sebagian orang. Keharusan
untuk berbagi ini seringkali menjadi penyebab perpecahan rumah tangga.
Kalau kita bertanya, mengapa
saat ini banyak terjadi perpecahan dalam pernikahan? Sementara mengapa di zaman
dulu, perceraian sangat jarang terjadi? Karena di zaman dulu orang ga ada yang
berpikir mengenai perceraian. Yang ada, bagaimana supaya pernikahannya bisa terus
berjalan dan memperbaikinya. Ketika kita berbentrokan dengan masalah keluarga,
yang terpenting adalah menurunkan ego masing-masing. Kalau belum bisa ditemukan
jalan tengahnya, carilah penengah yang bisa memberikan opini obyektif. Begitu
pula, biasanya terjadi pertengkaran saat perencanaan pernikahan, terjadi beda
pendapat, oleh karena itu penggunaan jasa perencana pernikahan bisa membantu
menengahi.
Mengenai persiapan mental dan psikologis menjelang
pernikahan, terdapat 3 poin penting yang perlu diketahui pasangan sebelum
menginjakkan kaki ke pelaminan dan menukar cincin tanda janji, yakni:
1. Jangan takut akan pernikahan.
Sebaiknya sebelum melangkah ke pernikahan, kenali sisi baik dan buruk
masing-masing. Karena setelah memasuki pernikahan, akan makin terlihat
sifat-sifat yang tadinya tertutup. Jujur akan segala hal dengan pasangan adalah
kunci jika ingin pernikahan berhasil.
2. Siapkan
diri. Tanya dengan diri sendiri, sudah siapkah untuk berbagi
segala hal dengan si pasangan? Siapkah untuk maju bersama? Karena untuk bisa
maju bersama, butuh upaya dan kerja keras, karena si pasangan ga memiliki pola
pikir yang sama dengan kita, perlu kesabaran dan tenaga ekstra untuk mau
menyamakan visi.
3. Jangan
takut perubahan. Perilaku seseorang bisa diubah.
Perilaku bukanlah gen yang ga bisa diubah. Jadi, ketika kita harus berubah
untuk bisa keep up dengan
pasangan yang berubah, begitu juga si dia.
Jangan ketinggalan pula untuk bisa menjaga ucapan. Karena apa yang terucap
adalah doa. Ketika kita berpikir atau terucap kata pisah, maka yang ada dalam
pikiran kita adalah hal itu sebagai titik akhir.
Kalau nasehat dari orang tua,
waktu pacaran bukalah mata lebar-lebar; untuk mengetahui pribadi calon pasangan
kita, termasuk ga menutup kemungkinan untuk mencari pribadi lain yang lebih
tepat dengan diri kita. Tapi ketika sudah menikah, tutuplah mata rapat-rapat,
karena kita harus menerima pribadi yang telah kita pilih sendiri, baik maupun
buruknya dia. Dalam hal ini, ingat poin yang menunjukkan tentang penurunan ego
demi mengurai konflik yang bisa terjadi dalam sebuah hubungan.
Nah, bagaimana menurut Anda, setuju
dengan pendapat ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar